Feature Top (Full Width)

PENERAPAN TEORI BEHAVIORISME

Selasa, 24 Januari 2017



Oleh Asip Suryadi

Ada dua istilah yang sangat akrab dengan guru, yaitu “belajar” dan “mengajar”. Kedua kata  tersebut berasal dari kata yang sama yaitu “ajar”. Kata “ajar” menurut Kamus Besar bahasa Indonesia Online berabti “petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)”. Terus terang saya juga baru tahu arti kata “ajar” ketika menulis topik ini sekarang. Itulah manfaatnya sering menulis.

Saya sering bertemu dengan guru madrasah dari seluruh Indonesia dan kadang saya suka usil dengan mengajukan pertanyaan kepada mereka: Apa yang dimaksud dengan “belajar”?, dan Apa yang dimaksud dengan “mengajar”? Jawabannya sangat beragam. Bahkan ada yang kelihatan sulit menjawabnya.
Saya juga inigin usil kepada Anda dengan mengajukan pertanyaan yang sama. Coba Anda jawab dengan sepontan dalam hati masing-masing, atau lebih baik menuliskannya dalam selembar kertas bekas dengan masing-masing jawaban satu kalimat singkat saja.

Anda sudah menuliskan jawabannya? Terima kasih atas jawabannya. Jawaban Anda sangat penting karena itu setidaknya konsep yang Anda pegang sebagai landasan dalam mengembagkan praktek pembelajaran. Ini memang tidak sekedar celoteh. Pengertian yang Anda pahami tenatng “belajar” dan “mengajar” merupakan gambaran pembelajaran yang Anda lakukan. Pengertian Anda tentang “belajar” sangat menentukan cara Anda “mengajar”. 

Mari kita mengkajinya agak teoretis. Ada beberapa teori yang menjelaskan apa “belajar” dan “mengajar” yaitu behaviorisme, kognitivisme, kontruktivisme, humanism, dan cyberneteisme. Lima teri tersebut disebut teori psikologi belajar dan setiap teori menjelaskan “belajar” dan “mengajar” dari perspektif berbeda. Tentu rekan-rekan juga pernah membaca teorinya, dan tentu telah mempraktekannya. Kira-kira teori mana yang sering Anda praktekkan?

Baik, kita akan mutilasi satu pe rsatu. Behaviorisme (jangan diputus-pustus  membacanya)secara historis di dunia modern merupakan teori belajar yang paling sulung. Teori ini digagas oleh ahli psikologi Rusia bernama Ivan Pavlov yang hidup tahun 1826–1890. Selanjutnya behaviorisme dikembangkan oleh John B. Watson dan B.F. Skiner.

Teori behaviorisme yang lebih sering disebut operant conditioningmenjelaskan bahwa belajar adalah perubahan perilaku sebagai akibat dari stimulus yang diberikan.  Teori ini sering sinyatakan dengan rumus S-R-Bond. Seseorang akan melakukan belajar apabila diberi stimulus dan sebagai hasil belajarnya adalah perubahan perilaku. 

Mari kuta bicarakan penerapannya. 

Anda tentu pernah melihat sirkus. Mengapa seekor singa yang buas bisa tunduk di hadapan anak kecil yang hanya memegang sebatang tongkat atau cemeti  kecil pula? Mengapa seekor gajah bisa berjoged? Mengapa seekor ikan pesut bisa berhitung? Apakah mereka cerdas seperti manusia? Jawabannya “bukan”. Mereka hanya takut terhadap sesuatu dan meniru apa yang dicontohkan dalam latihan. Tahun lalu di Jakarta pernah geger dengan “sarimin” yang banyak berkeliaran di jalanan kota Jakarta. Yang diprotes bukan sekedar masalah  kekumuhannya tapi mengenai perilaku manusia yang tidak “berprikehewanan” ketika melatih monyet untuk bisa berjoged, berpayung seperti sarimin, naik speda dan memungut uang dari tangan penonton. Mereka disiksa dalam latihan untuk memiliki perilaku-perilau tersebut. Pelatih singa menggunakan api dan strum tegangan tinggi untuk membiasakan seekor singa dapat melompati lingkaran api. Pelatih memukul ikan pesut ketika tidak menuruti perintyah dan memberikan hadiah ikan ketika melakukan aksi yang benar. Tindakan pelatih tersebut dilakukan untuk membentuk perilaku. Itulah beberapa praktek penerapan behaviorisme pada hewan.

Contoh penerapannya pada manusia diantaranya pembentukan watak disiplin pada tentara. Saya pernah menonton seorang kapten mengajar taruna menggunakan meriam. Ketika seorang taruna melakukan kesalahan kecil dalam melakukan prosedur penggunaan meriam, maka taruna taruna tersebut dipukul dengan sabuk. Sang Kapten ingin membentuk watak disiplin pada taruna karena apabila melakukan kesalahan maka kesalahannya akan menjadi malapetaka bagi dirinya dan orang di sekelilingnya.

Dam bidang pendidikan Anak misalnya, seorang ibu/guru memberikan hadiah peremen kepada anaknya yang membuang sampah di tematnya, dan menghukumnya ketika membuang sampah sembarangan. Seorang guru matematika melatih siswa cara menyelesaikan operasi hitung dengan instruksi : kalau begini maka harus ….. Seorang wali kelas menerapkan aturan dengan cara memuji siswa yang menepati aturan dan menghukum yang tidak menepati aturan. 

Strategi tersebut dilakukan untuk membiasakan perilaku. Apakah Anda melaklukannya?
Dalam dunia pendidikan anak teori tersebut sudah banyak ditinggalkan. Alasannya karena kurang manusiawi , dan kurang mengedepankan intelektualitas. Bisa jadi ketika seorang siswa bisa menlakukan operasi hitung tertentu bukan karena paham, melainkan karena kebiasaan sebagai hasil dari latihan yang tekin. Masalahnya, ketika diberi soal yang berbeda, mereka tidak terbiasa dan tidak bisa mengerjakannya. Mereka bilang, “belum diajarkan buuuu/pakkkkk”. Mungkin Anda sering mengalaminya. Lain lagi kalau mereka paham konsepnya, ketika diberi soal yang berbeda mereka akan berpikir untuk mencari solusi. 

Kelemahan lain, teori ini hanya digerakkan oleh motivasi internal. Peserta didik akan merespon apabila diberi stimulus. Mereka akan diam saja apabila tidak diberi stimulus. Artinya teori ini dapat menyebabkan siswa pasif. Misalnya, mereka memtaati aturan karena takut dihukum, bukan karena kesadaran bahwa kalau melanggar aturan maka akan meruguikan dirinya dan orang lain.

Tentu saja tidak dilarang untuk menerapkan teori ini , namun harus di ranah yang tepat. Misalnya dalam menegakkan aturan, namun tidak degnan humuman yang tidak edukatif.

Beberapa contoh penerapan behaviorisme yang dilarang.

  1. Anak yang sering kesiangan diberi hukuman dengan cara ditahan di gerbang.
  2. Anak yang tidak membuat PR dihukum dengan berdiri di depan kelas atau mengerjakan PR lebih banyak.
  3. Melatih siswa mengerjakan soal sejenis sampai dia bisa, tapi tidak berusaha agar siswa paham konsepnya.
Mari kita diskusikan

Ipsum

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Dolor

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.