Feature Top (Full Width)

BURUNG BERSAYAP SEBELAH

Selasa, 03 Februari 2015



Oleh: Asip Suryadi


Dalam persepsi manusia burung adalah gambaran kebebasan dan kehebatan karena kemampuannya untuk terbang ke angkasa, melihat cakrawala tanpa hambatan, dan bergerak relatif luwes dan cepat.  Karena kehebatannya itu burung sering dijadikan logo. Indonesia pun menggunakan Burung Garuda sebagai lambang Negara.
Kemampuan terbang burung terletak pada sepasang sayapnya. Kalau dilihat struktur anatominya, betapa otot otot sayap yang tidak begitu besar dan tulang-tulangnya yang berukuran sekedarnya saja dapat menopang tubuhnya sehingga tetap melayang dengan terkendali di angkasa. Luar biasa!!!
Tapi ternyata kehebatannya itu karena jumlah sayapnya yang sepasang. Sekuat apapun sayap yang dimilikinya namun apabila hanya memiliki sebelah saja, atau punya sepasang sayap namun sebelahnya tidak berfungsi maka burung tidak akan dapat terbang.  Apalagi apabila sepasang sayapnya tidak satupun yang berfungsi maka hilanglah kehebatan seekor burung.
Lalu apa arti seekor burung kalau tidak bisa terbang? Berangkat dari persepsi manusia bahwa kehebatan seekor burung karena kemampoaunnya untuk terbang maka secara eksistensial burung seperti itu sudah tidak ada.  Jasad sebagai seekor burung tentu masih berwujud namun tidak lagi memiliki jati diri dan kehormatan sebagai sekor burung.
Menurut Gede Prama, seorang motivator dan spiritualis, setiap orang dapat diumpamakan sebagai seekor burung bersayap sebelah. Dengan pengumpamaan tersebut maka setiap orang diantara kita adalah invalid dan tidak memiliki eksistensi seperti eksistensi sebagai seekor burung yang dapat terbang.
Lalu mengapa kita masih bisa eksis sebagai seorang manusia. Gede Prama mengatakan bahwa setiap diri punya sayap sebelahnya lagi namun berada pada orang lain dan kita selalu dipinjaminya.
Perumpamaan tersebut adalah sebuah pesan bahwa seorang individu tidak dapat hidup sendiri.  Itu adalah esesni, atau hakikat.
Mari kita buktikan. Apakah seseorang dapat dikatakan laki-laki apabila tidak ada perempuan? Apakah seorang guru akan ada apabila tidak ada murid? Apakah seorang pimpinan ada kalau tidak ada yang dipimpinnya? Apakah setiap individu dapat mengerjakan sesuatu apabila tidak ada orang lain yang menyertainya? Jawabannya "pasti tidak". Demikian juga sebaliknya. Makanya eksistensi setiap diri ada karena adanya eksistensi orang lain. Jadi setiap diri hakikatnya tidak ada, kecuali ada orang lain.
Kalau begitu sebenarnya setiap diri adalah tim untuk diri yang lain. Dalam koridor ini kehadiran individualisme haram, dan harus ditolak mentah-mentah.  Ketika ada diri yang menganut individualisme maka ia tidak paham eksistensi dirinya bahwa sebenarnya ia eksis dengan cara  dipinjami sebelah sayap oleh diri lain namun dia sendiri tidak pernah meminjamkan sebelah sayapnya kepada orang lain.  Itulah ketidakadilan dan kelicikan individualisme. Dalam sejarah kemanusaiaan ketidakadilan akan selalu menghadirkan ketidakbahagiaan.
Ya, kita adalah burung bersayap sebelah dan kita selalu mengharap orang lain meminjamkan sebelah sayap lagi untuk digunakan bersama-sama. Itulah makna dari konsep homo socius. 
Makna tersebut memaksa kita untuk mengurangi egosentrisme dan individualisme. Kita adalah tim antara satu dengan yang lain. Makanya kita diharuskan untuk selalu mengucapkan terima kasih, saling memuji dan saling menawarkan diri untuk saling membantu. Mulai sekarang mari kita selalu saling memaluk antara satu dengan yang lain.

GERAM



Oleh: Asip Suryadi


         Hari ini saya menghabiskan waktu dua jam setengah untuk dapat sampai di kantor. Tepatnya 137 menit. Padahal jarak dari rumah ke kantor hanya 20 Km dan lewat jalan tol pula. Ini berarti kecepatan bergerak saya sama dengan 14.6 m per menit. Kecepatan seperti itu lebih lambat dari pada berjalan kaki biasa.
         Banyak kerugian yang diakibatkan oleh fenomena ini. Yang kentara adalah bahan bakar. Mobil saya bersilinder 1500 cc. Karena mobil tua yang sudah tidak efektif lagi maka setelah dibaca di jarum indikator bahan bakar menghabiskan bensin sebanyak 7 liter.  Artinya saya telah menghabiskan uang sebesar Rp. 31.500,- ditambah dengan tarif tol sebesar Rp. 7.500,- menjadi 39 000,-. Belum lagi harus melewati tiga orang Pa Ogah di persimpangan yang masing-masing harus merogoh receh Rp. 500,- . Jadi total jenral pagi ini saya menghabiskan uang transport sebanyak RP. 40.500,-. Kalau nanti sore terulang maka isi dompetku berkurang sebanyak RP. 81.000,-.
        Saya tidak sendirian. Ratusan (atau mungkin ribuan) orang yang mengalami nasib yang sama seperti saya pagi ini. Jadi berapa kubik bensin yang dihabiskan oleh mesin yang dihidupkan namun berjalan sangat lambat dalam kurun waktu dua setengah jam setengah.
        Kemubadziran yang luar biasa. Ya, kemubadziran yang luar biasa. Dalam Islam kemubadziran adalah amalan syaiton.
Penyebab utama dari kemacetan pagi ini adalah pintu tol. Buntut dari kemacetan menyebar kemana-mana hingga berkilo-kilo. Bahkan ada yang sampai ke depan pintu garasi sehingga mobil mau keluar saja susah. Jadi sebenarnya kemacetan tersebut adalah dari sebuah sistem yang direncanakan. Yaitu sistem transportasi jalan tol yang didesain untuk kelancaran transportasi.
         Tentu yang mendesain adalah para insinyur yang berpengalaman. Bahkan kalau menurut berita di koran dan televisi, yang terlibat dalam pembangunan tol tersebut adalah konsorsium yang melibatkan perusahaan multi nasional. Lalu apanya yang salah? Desain sistemnya? Atau cara memakainya? Apakah tidak ada sistem lain yang secara teknologi memungkinkan untuk lebih baik?
          Saya  marah. Berkali-kali saya memukulkan kepalan tangan ke stir mobil hingga bergetar.  Mungkin orang lain juga mengalami hal  yang sama. Kalau itu terjadi berarti di jalan sekitar itu terdapat ratusan (bahkan ribuan) orang yang marah. Bayangkan apa yang akan terjadi di ruangan kerja masing-masing (bagi para karyawan), di kelas-kelas (bagi guru, dosen, widyasiwara, para siswa dan mahasiswa), dan di rumah-rumah setelah mereka tiba dari kemacetan tersebut. Suasana marah pasti terbawa ke ruang-ruang kerja, ke kelas-kelas, dan ke rumah-rumah. Suasana marah tersebut akan menular ke sekitar ruangan dan dapat memicu orang lain di ruangan itu marah dengan intensitas yang lebih tinggi. Bisa saja terjadi hal-hal yang tidak seharusnya terjadi karena kemarahan bagai api yang dapat melahap apa saja benda yang ada di sekitarnya.
          Saya sendiri untuk beberapa saat hanya bersandar di kursi merasakan pegal dan lelah. Saya hanya berusaha diam saja untuk meredam kemarahan agar tidak menular kepada orang lain.  Baru satu jam kemudian dapat memulai pekerjaan dengan suasana psikologis yang kondusif. Ini berarti saya sudah kehilangan tiga jam kerja. Dua jam karena telat dan satu jam untuk meredakan kemarahan. Karena telat dua jam mungkin saya tidak akan terdaftar untuk memperoleh uang makan hari ini. Disamping itu target pekerjaan saya tidak tercapai sehingga harus mengerjakannya di hari berikutnya. Mungkin banyak juga siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran karena kena hukuman terlambat. Mungkin banyak juga karyawan yang kena teguran pimpinannya, dan banyak mahasiswa yang terlambat untuk lulus karena dosen yang mau mengujinya terlambat. Bahkan mungkin saja ada pasien yang meningal gara-gara dokter yang akan mengobatinya terlambat. 
        Semua itu salah satunya dipicu oleh kebijakan yang salah. Dalam kasus macet di pintu tol kesalahan bisa terjadi karena kesalahan kebijakan menerapkan teknologi. Bisa juga terjadi karena kelambatan pelayanan penjaga pintu tol. Juga yang pasti akibat kesalahan kebijakan tentang sistem transportasi yang menyebabkan alat transportasi terlalu banyak. Dan yang paling kentara adalah kesalahan kebijakan penerapan aturan lalu lintas yang menyebabkan warga tidak disiplin dalam berlalu lintas.

PHILANTHROPY



Oleh Asip Suryadi



        Suatu sore di awal musim gugur sepuluh tahun yang lalu saya menumpang sebuah trem menuju kota. Saya masih ingat benar, itu hari Rabu yang sangat panas. Angin yang  kering mulai kencang menerpa muka menimbulkan mata perih meski sudah dilindungi dengan kaca mata cengdem. Body lotiontidak mempan mencegah kulit untuk tidak meranggas dan bersisik. Juga lips gloss (murahan itu), pun tak mampu menjaga bibir orang tropis yang terbiasa dengan angin yang lembab dan hangat agar tidak keriting dan pecah-pecah. Kondisi seperti itu menyebabkan sebagian penumpang yang agak sesak menjadi murung.  Sebagian mencoba mengusir kebosanan dengan untuk tidur  atau membaca. Tapi upaya itu tidak membantu. Akhirnya banyak yang menyerah, semua penumpang membisu. Hanya aura kegelisahan yang hadir di kedua gerbong trem rute 76 itu. Saya yang baru saja dicecar pertanyaan oleh teman-taman dan profesor dalam presentasi kelas hari ini mengalami hal yang sama. Kalau ngaca mungkin wajah saya kelihatan keriput dan kusam.
    Tidak biasanya, di sebuah shelter masinis trem (atau apa namanya) diganti. Kebetulan saya duduk di gerbong kedua, jadi tidak dapat melihat secara detil sosok seperti apa masinis pengganti nya.  Hanya saja ada yang tidak biasa pada masinis tersebut.  Tiba-tiba saja keluar suara siulan di pengeras suara yang biasanya berbunyi  sesekali untuk memberitahukan nama shelter yang akan dilalui agar penumpang tidak kebablasan. Lama-lama yang terdengar bukan hanya siulan, tapi nyanyian. Suaranya tidak bagus, namun terdengar lucu. Kelucuannya itu yang menggelitik telinga, menjalar ke  wilayah bawah sadar setiap orang. Para penumpang mulai tersenyum-senyum sendiri, lalu mengomentari dan mulai bercakap-cakap dengan penumpang di sebelahnya.
    Ajaib. Suasana menjadi  berubah. Wajah-wajah murung menghilang seketika, berganti dengan wajah ceria. Sadar atau tidak banyak penumpang yang terhipnotis dengan siulan dan nyanyian tersebut.
   Yang menjadi pertanyaan bagi saya, ilmu apa yang dia miliki hingga bisa menghipnotos orang-orang di sekitar menjadi ceria? Atau apakah hanya kebetulan saja dia senang menyanyi . Tapi kalau hanya sekedar senang menyanyi mengapa menayangkannya melalui pengeras suara?
   Terlepas dari apakah dia memiliki dasar ilmiah tertentu untuk melakukannya atau hanya sekedar senang saja, ada sebuah ada makna yang dapat dipetik. Masinis tersebut sudah membagikan rasa senang kepada para penumpang. Saya mengira dia memiliki rasa peduli kepada penumpang. Atau bahkan sebagai seorang masinis yang sehari-harinya bergelut dengan penumpnag, ia memiliki rasa cinta kepada para penumpangnya.  Dalam bahasa romantic yang duganakan sehari-hari, rasa cinta itu dinyatakan dengan member dan dia telah memberika kesenangan kepada para penumpang.
   Dalam dunia popular masa kini muncul istilah "philanthropy”. Istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani, philos yang artinya cinta, peduli, perhatian;  dan anthropos yang artinya human being atau kemanusiaan. Jadi philanthropy kira-kira artinya mencintai atau peduli terhadap kemanusiaan.
   Istilah ini telah lama digunakan namun mulai popular lagi awal abad 21 terutama di Amerika terkait dengan donor, bantuan, beasiswa dan bentuk kepedulian lainnya baik yang dilakukan oleh perseorangan, lembaga pemerintah, perusahaan maupun yayasan. Secara individual yang dianggap penggagas kegiatan bersifat philanthropis dilakukan oleh para tokoh terkenal seperti Bill Gates si raja computer dan si raja investor Warren Buffet, mantan Presiden Jimmy Carter dan, Al Gore dan lainnya. Di Indonesia sendiri istilah ini mulai marak digunakan. Banyak yayasan dan individu yang melakukannya seperti misalnya Habibi Center yang memberi beasiswa, dan yayasan lain sejenis. Yang lebih menarik lagi apa yang dilakukan oleh Ibu Kembar Sri Rosiyanti dan Sri Irianingsih pendiri Sekolah Darurat Kartini. Mereka peduli dengan anak jalanan dan menampungnya di sebuah sekolah seadanya. Di lingkungan perusahaan akhir-akhir ini dikenal dengan istilah CSR (corporate social responsibility). Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk memiliki rasa peduli terhadap lingkungan sekitar. Telkom misalnya, memiliki program I-Chat (I can hear and tolk), sebuah aplikasi portal yang membantu masyarakat khususnya guru Sekolah Luar Biasa.
     Kesenangan memberi adalah sebuah nilai universal. Semua agama mengajarkannya dan semua bangsa mewariskannya. Pribahasa yang sering diungkapkan di negeri ini diantaranya: tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Sangat ringan untuk diucapkan namun kadang sulit dilakukan. Bahkan ketika kita melakukannya, keikhlasan belum menyertainya. Ini hanya dapat dipraktekkan ketika kita memiliki keyakinan bahwa kita tidak akan jatuh miskin ketika kita memberi. Nyatanya dalam catatan sejarah tidak ada orang kaya yang jatuh miskin karena memberi.
     Apakah hanya the have dan korporasi saja yang dapat melakukan philanthropy? Tentu saja tidak. Si masinis adalah seorang phylanthropis. Ketika kita ditatap oleh seorang bayi dan tersenyum kepadanya dengan ikhlas maka itu juga termasuk phylanthropy. Mencintai manusia bukan hanya melalui pemberian harta namun bisa juga dengan sikap. Inti dari phylanthropyadalah peduli dan dinyatakan dengan memberi. Apakah memberi perhatian, member pertolongan, memberikan motivasi, memberi barang, uang dan sebagainya. Malah Rasulullah saw menyarankan, berikanlah apa yang paing kamu sukai. Saya memberi apresiasi dengan huruf A+ kepada sang masinis untuk kepeduliannya kepada para penumpang trem yang dia kemudikan. Ia seorang philanthrop sejati.
Lalu apakah kita juga seorang philanthrop? Mungkin harus mengukurnya dengan parameter  frekuensi memberi dalam minggu terakhir ini.

Ipsum

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Dolor

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.