Feature Top (Full Width)

TAKSONOMI HASIL BELAJAR

Rabu, 24 Mei 2017

Kata kerja yang digunakan untuk menggambarkan tingkat  kompetensi hasil belajar dalam rumusan KD ditentukan menggunakan pisau analisis Taksonomi Tujuan Pendidikan (The Taxonomy Of Educational Objectives). Taksonomi Tujuan Pendidikan adalah sebuah kerangka acuan untuk mengelompokkan kompetensi yang diharapkan tercapai oleh peserta didik sebagai dampak dari hasil sebuah pembelajaran (Krathwohl). Taksonomi Tujuan Pendidikan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan kata kerja dalam rumusan indikator pencapai hasil belajar yang akan dijadikan landasan dalam menyusun inetrumen evaluasi hasil balajar.





Banyak taksonomi tujuan pendidikan yang tertuang dalam buku sumber, diantaranya Benjamin Bloom, Reguluth, Robert Gegne, Merill and Goodman dan yang lainnya tapi yang digunakan dalam penyusunan Standar Isi adalah taksonomi tujuan pendidikan yang disusun oleh Benjamin Bloom tahun 1956. Bloom mengidentifikasi tiga domain tujuan pendidikan yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotorik (psychomotor). Domain kognitif terkait dengan ranah kemampuan berpikir/intelektual, afektif (affective) terkait dengan ranah perasaan dan emosi dan psikomotor (psycomotric) terkait  dengan ranah kemampuan fisik.

Bloom dan kolega berhasil mengelaborasi  domain cognitive dan afektif namun tidak sempat mengelaborasi domain psikomotorik. Hasil elaborasi berbentuk kategori untuk setiap domain. Domain kognitif terdiri dari 6 kategori yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi; dan domain afeksi terdiri dari 5 kategori yaitu penerimaan, respon, penilaian, mengorganisasikan dan menginternalisasika. Domain psikomotorik berhasil dielaborasi oleh ahli lain seperti RH Dave tahun 1975, Horrow dan Simson.

Ketiga domain tidak merupakan hirarki. Kognitif, afeksi dan psikomotorik memiliki hubungan horizontal yang saling melengkapi. Sebuah kemampuan, misalnya menendang bola merupakan akumulasi dari kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kemampuan kognitifnya adalah pengetahuan mengenai prosedur dan teknik penendang bola, kemampuan psikomotirknya adalah ketaerampilan fisik gerakan menendang bola, dan kemampuan afeksinya adalah kegigihan.

Kategori-kategori pada setiap domain merupakan tingkatan dari yang sederhana ke yang rumit dan dari yang nyata/kongkrit ke yang abstrak. Krathwohl mengasumsikan bahwa pada kategori taksonomi Bloom merupakan kumulasi hirarki. Maksudnya bahwa kategori yang lebih sederhana merupakan syarat untuk menguasai kategori yang lebih kompleks. Maksudnya seeseorang akan bisa menjelaskan kalau sduah mengetahui, akan dapat menerapkan apabila sudah dapat menjalaskan, akan dapat menganalisis apabila sudah dapat menerapkan, dan seterusnya. Contohnya, seorang anak belum dapat menerapkan rumus Pythagoras apabila belum mengetahui dan memahami hukum tersebut. Seorang anak belum dapat membuat puisi apabila belum bisa menjelaskan definisi puisi dan menjalskan prosedur dan teknik penulisannya.


DAFTAR PUSTAKA

Bloom B. S. (1o956). Taxonmy of Educational Objectives, Handbook I: The Cognitive Domain. New York: David McKay Co Inc.

Dave, R. H. (1975). Developing and Writing Behavioral Objectives. (R. J. Armstrong, ed.). Tucson, Arizona: Educational Innovators Press.

Harrow, A. (1972) A Taxonomy of Psychomotor Domain: A Guide for Developing Behavioral Objectives. New York: David McKay.

Krathwohl, D. R., Bloom, B. S., & Masia, B. B. (1973). Taxonomy of Educational Objectives, the Classification of Educational Goals. Handbook II: Affective Domain. New York: David McKay Co., Inc.

Pohl, M. (2000). Learning to Think, Thinking to Learn: Models and Strategies to Develop a Classroom Culture of Thinking. Cheltenham, Vic.: Hawker Brownlow.

Simpson E. J. (1972). The Classification of Educational Objectives in the Psychomotor Domain. Washington, DC: Gryphon House.

DOMAIN PSIKOMOTORIK

Selasa, 16 Mei 2017



Menurut Simson (1972) kemampuan psikomotor termasuk gerakan, koordinasi dan keterampilan fisik. Perkembangan kemampuan tersebut membutuhkan latihan berulang. Menurut Dick and Carey (2005: 42)[1][1] sebuah kegiatan dapat digolongkan sebagai psikomotorik apabila eksekusinya menggunakan gerakan otot tanpa atau menggunakan peralatan. Kemampuan psikomotorik diukur dalam besaran kecapatan, akurasi (ketepatan), jarak, kekuatan dan kelenturan dalam melakukan gerakan sesuai dengan prosedur atau teknik pelaksanaan. Kegiatan yang termasuk kemampuan psikomotorik diantaranya: keterampilan menggunakan peralatan laboratorium IPA, kursus keterampilan vokasional sepertimenjahit, mengukir, membuat gerabah dan sebagainya; pendidikan olah raga, gerakan beribadah, latihan menggnakan peralatan seperti computer, kamera, alat musik dan seni pertinjukkan seperti menari, melukis dan sejenisnya.
Melemparkan bola baseball merupakan kemampuan psikomotor yang membutuhkan tenaga, kecepatan, akurasi dan kelenturan otot. Kemampuan ini harus dilatih berulang untuk dapat melakukannya dengan baik. Demikian juga kemampuan memegang kamera untuk memperoleh gambar yang jelas dari benda yang bergerak. Beda lagi dengan memprogram tatanyala lampu panggung agar berganti secara otomatis dengan cara menekan tombol-tombol tertentu. Kegiatan tersebut lebih cenderung atau dominan membutuhkan kemampuan kognisi.
Dalam mata pelajaran bahasa banyak yang mengelompokkan kemampuan menulis sebagai psikomotorik. Sebenarnya kemampuan tersebut lebih banyak masuk kedalam domain kognisi kategori aplikasi. Menuliskan kalimat lebih banyak melibatkan mental seperti kognisi mengeksplorasi ide, memilih kalimat, dan menerapkan konsep kalimat. Ada aspek psikomotornya, yaitu menggunakan otot tangan, tapi yang diukur dalam kemampaun menulis bukan keterampilan ototnya tapi aspek lain seperti struktur kalimat, penggunaan kosa kata, dan ide yang terkandung dalam kalimat. Boleh saja kemampuan menulis dikelompokkan kedalam domain psikomotorik tapi yang diukur misalnya kecepatan menulkis atau daya tahan tangan dalam menulis.
Kadang para pendidik menganggap bahwa setiap kegiatan praktek termasuk spikomotorik. Anggapan tersebut tidak tepat karena banyak praktek yang tidak dominan menggunakan otot. Misalnya praktek berpidato, praktek berbicara dalam bahasa asing,  praktek membuat puisi. Kelompok kompetensi yang ini juga cenderung tidak termasuk kemampuan psikomotorik melainkan kemampuan kognisi pada kategori penerapan.
Ada beberapa taksonomi kemampuan psikomotorik. Diantaranya yang disusun oleh Simson tahun 1972, Anita Harrow tahun 1972 dan HR. Dave’s tahun 1975. Dari ketiga taksonomi tersebut yang paling sesuai untuk desain pembelajaran anak-anak adalah taksonomi dari HR. Dave.



Taksonomi Dave’s terdiri dari lima kategori dari yang tingkat pemulai ke yang paling piawai seperti yang Nampak dalam piramida disamping. Penjelasan singkat dan kata kuci dari kelimta kelima kategori tersbut adalah sebagai berikut.
  1. Imitasi – meniru gerakan yang dilakukan oleh orang lain. Contoh: peserta didik meniru gerakan menendang bola gurunya.
  2. Manipulasi – melakukan gerakan berbeda dengan yang diajarkan. Contoh: peserta didik melakukan gerakan menendang bola dengan gaya sendiri, tidak lagi persis yang dicontohkan.
  3. Presisi – melakukan gerakan yang tepa atau akurat. Contoh: peserta didik menendang bola lebih terarah dan tepat sasaran.
  4. Artikulasi – memberikan sentuhan seni dengan menggabungkan beberapa hal yang hasilnya sebuah harmoni. Contoh: peserta didik menendang bola indah dengan gerakan melengkung (gerakan pisang).
  5. Naturalisasi – gerakan yang berkualitas menjadi bagian dari dirinya yang ketika dilakukan terjadi secara reflek. Contoh: peserta didik nampak sudah biasa menendang bola secara terarah, akurat dan indah sepeti layaknya seorang pesepak bola bertarap professional.
 
Berikut ini daftar kata kerja operasional ranah psikomotorik yang dapat digunakan untuk merumuskan indikator hasil belajar.


Daftar kata kerja tersebut tidak mutlak. Mungkin masih ada kata kerja lain pada konteks tertentu yang lebih tepat. Apabila menemukannya, Anda bisa menambahkannya dalam daftar ini dan dapat menggunakannya.

Ditulis Oleh Asip Suryadi
Revisi 16 Mei 2017




DOMAIN AFEKTIF



Dalam buku yang ditulis oleh Krathwohl, Bloom dan Masia (1973) domain efekstif didefinisikan sebagai perilaku yang berkaitan dengan emosi seperti perasaan, nilai, aprisiasi, antusiasme, motivasi dan sikap. Domain afeksi terdiri dari 5 kategori disusun dari yang sederhana ke yang rumit yang meliputi receiving (penerimaan), responding(tanggapan), valuing (penilaian), organization (pengaturan) dan Characterising (pembiasaan).Tinghkatan kompetensi afektif digambarkan dalam piramida berikut.





Tingkatan perilaku tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.  Perilaku Penerimaan berbentuk kesadaran, kehendak mendengarkan, dan memperhatikan. Sebuah contoh sederhana, ketika Ahmad pertama kali memperoleh informasi tentang pentingnya olah raga bagi kesehatan maka sikap yang pertama kali adalah menerima dengan perkataan “ooo begitu yah” atau sikap lain yang ditunjukkan misalnya tekun duduk manis dan tertarik mendengarkan informasi tersebut.
2.    Perilaku merespon dalam bentuk partisipasi aktif menaggapi. Di tingkat ini Ahmad mulai bertanya, mencari informasi yang lebih banyak, mempelajari dan berlatih jenis olah raga tertentu.
3.    Perilaku penilaian ditunjukkan dengan sikap mulai memberikan komentar atau pernyataan-pernyataan dan mulai mengikuti kebiasaan tertentu. Di tingkat ini Ahmad mulai berkomentar bahwa si Andi temannya memiliki kebiasaan yabng baik karena sering oalh raga. Ahmad mulai mengikuti ajakan teman atau orang tua untuk berolaharaga hari minggu karena dia meyakini bahwa olah raga itu baik.
4.    Perilaku Pengorganisasian dan konseptualisasi ditunjukkan dengan sikap mengatur diri dan memutuskan sesutu berdasarkan prioritas.  memadukan nilai sikap berikutnya adalah mengorganisasi dan konseptualisasi. Di tingkat ini Ahmad mulai memiliki konsep yang jelas mengenai olahraga yang ditunjukkan dengan menggemari jenis olah raga ertentu dan mulai mengorganisasikan waktu dan biaya uantuk kebutuhan olah raga yang ia gemari. Di tingkat ini Ahmad mulai membeli alat olah raga dan menentukan jadwal. Ahmad juga mulai bergubung dengan kelompok/klab olah raga tertentu.
5.    Tingkatan tertinggi dari domain sikap Karakterisasi atau Internalisasi nilai. Dalam tingkatan ini seseorang telah menjadikan sebuah system nilai menjadi bagian dari perilaku keseharian sehingga menjadi karakteri. Di tingkat ini Ahmad mulai terbiasa dengan oleh raga yang digemarinya dan sudah menjadi bagian dari kehidupan. Kalau orang lain melihat Ahmad maka akan mengatakan bahwa Ahmad selalu kelihatan bugar karena berolahraga secara rutin. Ahmad sendiri merasa kalau tidak berolah raga maka merasa ada sesuatu yang kurang pada dirinya.

Berikut ini kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk merumuskan indikator hasil belajar pada domain sikap.



Daftar kata kerja tersebut tidak mutlak. Mungkin masih ada kata kerja lain pada konteks tertentu yang lebih tepat. Apabila menemukannya, Anda bisa menambahkannya dalam daftar ini dan dapat menggunakannya.

Ditulis oleh Asip Suryadi
Revisi 16 Mei 2017


Ipsum

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Dolor

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.