Feature Top (Full Width)

ANALISIS SILABUS KURIKULUM 2013 KASUS PADA MATA PELAJARAN IPA SMP/MTS KELAS VII

Senin, 17 November 2014



Asip Suryadi,
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama-Balai Diklat Keagamaan Jakarta

Abstrak
Dalam Kurikulum 2013 silabus disediakan oleh pemerintah dengan harapan guru tidak terlalu banyak bergelut dengan konsep melainkan fokus ke implementasi. Silabus adalah cetak biru pembelajaran. Silabus  berfungsi sebagai landasan untuk pengembang dokumen-dokumen kurikulum operasional seperti buku guru, buku siswa, RPP dan instrumen evaluasi.  Apabila dokumen-dokumen tersebut dilandasi dengan silabus maka akan terjadi keselarasan antara satu dengan lainnya sehingga mendukung efektifitas dan efisiensi tercapainya tujuan pembelajaran. Di lapangan terjadi fenomena yang janggal. Misalnya kasus yang terjadi pada silabus Mata Pelajaran IPA SMP/MTs Kelas VII. Pertama ditemukan ketidakkeselarasan antara silabus dengan buku guru. Ini adalah sebuah sinyalemen bahwa buku guru tidak disusun berdasarkan silabus. Kedua setelah dikaji silabus yang merupakan dokumen resmi dari Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 untuk SMP/MTs bermutu rendah. Secara teoretis silabus tersebut cacat karena prosedur pengembangannya tidak sistematis dan logis, komponennya tidak lengkap dan substansinya ada yang tida mengena dengan KD. Secara praktis silabus tersebut sulit diterjemahkan oleh para pemangku kepentingan, khususnya pengembangan buku dan guru. Oleh  karena itu diusulkan untuk merevisi silabus tersebut mulai dari komponen, materi pokok dan kegiatan pembelajaran. Revisi tersebut bersifat mendesak karena harus digunakan untuk tahun pelajaran yang akan datang.

Kata kunci: pengembangan instruksional, Kurikulum 2013 SMP/MTs, silabus, Kompetensi  Inti, Kompetensi Dasar, RPP

A.  Pendahuluan
Dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses (Kemdikbud, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses, 2013) diamanatkan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis. Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan bahwa  RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).
Dalam Kurikulum 2013 silabus untuk semua mata pelajaran telah disusun oleh pemerintah dan guru hanya tinggal menjabarkannya kedalam RPP. Selain itu guru telah dibekali dengan buku panduan yang disebut buku guru dan buku siswa yang dikembangkan berdasarkan silabus. Seyogyanya dengan sistem ini guru merasa dimudahkan karena tidak harus menyusun silabus seperti pada Kurikulum 2006.  Namun demikian dalam prakteknya guru banyak menemukan kesulitan karena ditemukan bebeapa kekeliruan dan kejanggalan dalam silabus dan buku guru. Salah satu contoh kekeliruan terjadi pada silabus mata pelajaran IPA SMP/MTs terjadi pada alokasi waktu. Untuk menyelesaikan 10 KD dari KI 3 hanya tercatat membutuhhkan waktu 55 jam pelajaran padahal waktu yang tersedia minimal 160 JP.  Apabila guru menyusun RPP berdasarkan silabus seperti itu maka akan terjadi kesalahan yang fatal.
Melihat fenomena tersebut maka yang harus segera dilakukan adalah mangkaji ulang silabus dan mengidentifikasi kekeliruannnya kemudian merevisinya. Revisi dokumen-dokumen tersebut sedianya tuntas dan ditetapkan kembali sebagai dokumen resmi secepatnya. Ketika silabus tuntas di revisi maka segera akan digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan buku guru dan buku siswa dan RPP untuk tahun ajaran yang akan datang.
Kajian terhadap silabus harus dilakukan mengacu pada teori megenai pengembangan instruksional. Dalam teori pengembangan instruksional (Instructional Development) rancangan pembelajaran dimulai dari analisis kebutuhan. Melalui analisis dirumuskan siapa yang akan belajar, apa target hasil belajar yang harus dicapai. Berdasarkan analisis kebutuhan tersebut kemudian disusun rancanagan pembelajaran dalam bentuk silabus yang memuat informasi mengenai tujuan pembelajaran, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya, materi ajar, strategi pembelajaran yang harus digunakan, teknik dan instrumen, dan sumber-media yang harus digunakan. Informasi tersebut merupakan cetak biru (blueprint) yang berfungsi bagi guru untuk mengembangkan rencangan operasional operasional pembelajaran dalam bentuk RPP dan bagi para penulis untuk mengembangkan buku panduan guru dan buku kegiatan siswa.
Berdasarkan prinsip tersbeut maka silabus adalah dokumen utama yang menjadi landasan untuk pengembangan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Apabila silabusnya sudah tersetruktur dengan baik maka akan dapat diterjemahkan kedalam buku guru, dan buku siswa dan RPP dengan baik.
Berdasarkan alasan tersebut maka penulis telah mencoba melakukan kajian terhadap silabus dengan harapan dapat mengidentifikasi kekeliruan yang ada di dalamnya dan merumuskan rekomenasi untuk dapat dipertimbangkan sebagai masukan untuk perbaikan. Karena keterbatasan kajian yang telah dilakukan tidak menyeluruh melainkan terbatas pada silabus Kurikulum 2013 Kelas VII Mata Pelajaran IPA khusus pada fungsi, struktur, pemetaan KD, alokasi waktu, materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran.
Kajian ini dilakuakn untuk menjawab dua masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan berkut: Pertama, kekeliruan apa yang ditemukan dalam silabus mata pelajaran IPA kelas VII? Kedua, Apa yang harus direvisi dari silabus tersebut sehingga lebih baik berdasarkan kelayakan teoretis dan praktis?  Hasil kajian ini berupa deskripsi mengenai kekeliruan dan rekomendasi yang dapat dijadikan landasan untuk merevisinya.

B.  Metodologi
Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis dokumen. Yang dimaksud dengan analisis dokumen adalah sebuah prosedur untuk meninjau atau mengevaluasi dokumen, baik dokumen cetak maupun elektronik (Bown, 2009). Menurut Bown metode ini terdiri dari langkah yaitu skimming , membaca secara detil (analsisi) dan menginterpretasi. Dalam proses analisis dilakukan koding, pemilahan dan pengelompokkan data kedalam tema-tema. Hasil pengelompokkan tersebut kemudian diinterpretasi dan dievaluasi.
Yang dijadikan objek kajian pada penelitian ini adalah silabus mata pelajaran IPA SMP/MTs Kelas VII yang merupakan lampiran II dai Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menegah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Aspek yang dikaji meliputi struktur, pasangan KD, jumlah jam, kegiatan belajar, dan strategi penilaian.
Silabus tersebut akan dianalsis berdasarkan kelayakan teoretis mengenai pengembangan instruksional (instructional development), prinsip penyusunan silabus, prinsip pembelajaran IPA terpadu, pembelajaran saintifik dan penilaian otentik. Untuk melengkapi kajian dokumen yang akan dijadikan pembanding dan atau referensi adalah buku guru IPA SMP/MTs kelas VII dan buku siswa IPA SMP/MTs kelas VII edisi revisi yang dimuat di situs BSE (Kemdikbud, Rumah Belajar, 2014).

C. Hasil
Struktur silabus
Silabus mata pelajaran IPA SMP/MTs, seperti silabus mata pelajaran lainnya  terdiri dari bagian identitas, daftar kompetensi inti dan matriks yang terdiri dari 5 kolom yaitu Kompetensi Dasar, Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar (Kemdikbud, Lampiran II Permendikbud Nomor 58 Tahuan 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrsah Tsanawiyah, 2014).
Bagian identitas memuat dua informasi yaitu satuan pendidikan dan kelas. Dilanjutkan dengan kalimat dari empat kompetensi inti yang ditulis secara lengkap. Dalam kolom KD termuat KD dari KI 1., KI 2., KI 3. Dan KI 4. KD KI 1 dan 2 dituliskan keseluruhan di awal, kemudian diikuti dengan KD dari KI 3 dan KD dari KI 4 yang telah dipasanngkan. Berikut ini matriks hasil identifikasi pasangan KD pada silabus tersebut.


Tabel 1. Matriks Hasil Identifikasi Pasangan KD dan Jumlah Jam Pelajaran
Dalam amtriks tersebut terlihat bahwa KD KI 1 hanya ada 1 sehingga berlaku untuk semua pasangan KD sedangkan KD dari KI 2 terdiri dari 4 KD yang belum dipasangkan sehingga ditulis seluruhnya padahal dalam praktek penyusunan RPP guru harus memilih KD KI 2 tersebut untuk sebuah RPP.  Dalam baris kesembilan terlihat adanya kekosongan pasangan KD 3.9 dari KI 4. Dalam kolom jumlah JP terlihat distribusi jam pelajaran untuk setiap pasangan KD dan apabila dijumlahkan keseluruhannya mencapai 85 JP dari yang seharusnya minimal 160 JP. Pada kolom materi pembelajaran tertulis sub materi pokok yang dijabarkan dari KD KI 3. Materi pembelajaran untuk setiap KD dapat dilihat dalam matriks berikut.


Tabel 2 Hasil identifikasi KD dan Materi Pembelajaran
 
 

Dalam kolom materi pokok terlihat adanya ketidakcukupan penjabaran KD kedalam materi pokok. Bahkan ada materi pokok yang tertukar karena seharsnya berada pada KD lain. 

Kegiatan Pembelajaran
Kolom kegiatan pembelajara memuat  rincian kegiatan pembelajaran per KD dengan urutan langkah kegiatan mengikuti langkah-langkah kegiatan pada pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengomunikasikan. Kelihatannya kelima langkah kegiatan tersebut dijadikan menjadi satu siklus atau paket kegiatan. 
Paket kegiatan saintifik pada setiap KD berbeda-beda, ada yang hanya satu siklus dan ada yan sampai tiga siklus. Berikut ini jumlah siklus kegiatan pada setiap KD.


Berikut contoh paket pembelajaran kasus di KD 3.1.
Mengamati
·     Mengamati teman, untuk melihat ciri-ciri yang dapat diamati yang ada pada teman, misalnya tinggi badan, warna rambut, warna kulit dst.
·     Mengamati berbagai alat ukur, misalnya penggaris,  neraca, stopwatch.
·     Mengamati caramengukur panjang benda.

Menanya
·     Mengajukan pertanyaan tentang bagaimana para ahli IPA melakukan pengamatan terhadap benda-benda di sekitar dan menguji prediksi.
·     Menanyakan cara dan alat yang digunakan dalam mengukur  serta sikap yang tepat dalam melakukan pengukuran.
·     Menanyakan pentingnya perumusan satuan terstandar (baku) dalam pengukuran.

Mengumpulkan informasi
·     Membaca teks tentang penyelidikan IPA.
·     Melakukan eksperimen untuk menguji prediksi yang menunjukkan proses penyelidikan IPA telah dilakukan.
·     Membaca teks tentang pengamatan, membuat inferensi, dan mengomunikasikan.
·     Mengukur panjang benda hidup dan benda tak hidup  dengan satuan baku dan tak baku.
·     Mengukur panjang, dengan satuan tak baku.
·     Membaca teks tentang pengukuran.
·     Mengidentifikasi berbagai pengukuran yang mungkin dari mengamati benda di sekitarnya.
·     Mengukur  massa benda  benda hidup dan benda tak hidup  dengan neraca.
·     Menentukan simbol satuan pengukuran dengan menggunakan SI (Sistem Internasional).
·     Membandingkan pengukuran pada mikroorganisme dengan benda langit.
·     Menaksir dan mengukur panjang, massa, dan waktu.
·     Mengukur besaran turunan, misalnya: luas, volume, konsentrasi larutan, dan laju pertumbuhan.

Menalar/Mengasosiasi
·     Menyimpulkan berbagai pengukuran besaran pokok dan turunan dengan alat ukur baku dan tidak baku.
·     Menyimpulkan hasil analisis data yang diperoleh dari percobaan.

Mengomunikasikan
·      Membuat tulisan sederhana yang menggambarkan cara atau prosedur ahli IPA melakukan penyelidikan.
·      Membuat laporan dan mempresentasikan hasil eksperimen.

A.  Pembahasan
Fungsi Silabus
Dalam teori pengembangan instruksional, dikenal dengan model pengembangan instruksional (instructional development/ID). Menurut Gustafson and Branch (Gustafson, 2002) model ID adalah grafik yang menggambarkan pendekatan dan desain sistematik untuk memfasilitasi agar terjadi proses pengembangan instruksional yang efektif dan efisien). Gustafson and Branch mendefinisikan model ID adalah sebuah penjelasan dalam bentuk bagan alur dan/atau teks yang mewakili sebuah ide, proses dan hasil dimana pengembangan isntruksional dilakukan. Gentry dan Gustafson and Branc mengungkapkan pengertian yang sama mengenai model ID yaitu penjelasan dalam bentuk grafik atau skema yang menggambarkan komponen, prosedur dan hasil dari sebuah proses pengembangan instruksional.
Gentry (Gentry, 1994)  menjelaskan bahwa secara struktural sebuah model ID tersusun atas komponen yang independen namun saling interaktif. Komponen-komponen tersebut menggambarkan proses (what need to be done) yang dilakukan melalui teknik tertentu (how to do what need to be done).
Sebuah model ID memiliki ciri dan karakter yang khas pada asumsi, landasan teoretis, tujuan, prosedur, sistimatika dan hasil dari sebuah kegiatan pengembangan instruksional sehingga model ID yang satu memiliki prosedur, sistematika dan produk yang berbeda dari model ID lainnya. Prosedur dan sistimatika kegiatan pada model Gerlach and Aly misalnya berbeda dengan pada model Dick and Carey.
Dalam model tersebut dijelaskan langkah-langkah dalam pengembangan rancangan pembelajaran. Gustafson dan Branch  mengideintifikasi puluhan model. Beberapa model yang paling terkenal seperti model EDDIE, model Gerlach and Elly, model Dick and Carey, Instryctional Development Learning System (ISDL) dari Kemp, dan model yang dianggap cukup up to date adalah model Rapid Prototyping.
Model dasar yang sering dijadikan rujukan adalah model ADDIE. Model ini bersifat generik sehingga dijadikan  landasan untuk mengembangkan model lain untuk konteks dan fungsi yang berbeda. Model EDDIE terdiri dari lima langkah yaitu analiysis (mengkaji), design (merancang), development (mengembangkan), implement(melaksanakan) dan evaluation(menilai). Setiap langkah pada model tersebut menghasilkan output yang menentukan langkah berikutnya. Model tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut.

  Bagan 1 Skema Model EDDIE (Wikipedia, 2014)



Berdasarkan model tersebut pengembangan instruksional dimulai dari kegiatan analisis dalam bentuk need assessment. Melalui langkah ini ditentukan subjek belajar, hasil belajar yang diharapkan (lerninggoal), kendala-kendala belajar yang mungkin dihadapi, pilihan-pilihan strategi pembelajaran (delivery option) dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai learning goal.
Hasil dari langkah ini dugunakan untuk melakukan langkah berikutnya yaitu merancangn (design) cetak biru pembelajaran (blueprint). Dalam rancangan ini durumuskan tujuan pembelajaran (learning objectives) instrumen evaluasi, materi ajar, rancagan kegiatan belajar pilihan media yang akan digunakan. Rumusan-rumusan yang dihasilkan dalam langkah ini harus logis, sistematik dan spesifik.
Langkah berikutnya adalah pengembangan (development). Berdasarkan cetak biru yang telah dihasilkan sebagai outputpada langkah kedua dikembangankan kedalam rancangan operasonal dalam betuk mataeri ajar, skenarion pembelajaran (lesson plan), instrumen evaluasi dan media pembelajran. Materi ajar dikembangkan dalam bentuk buku teks, buku panduan, modul, hand out, lembar kegiatan dan sejenisnya. Lesson plan disusun dalm bentuk skenario pembelajaran dilengkapi dengan instrumen evaluasi. Media pembelajaran dikembangkan dalam bentuk benda nyata berbentuk printed, display, benda nyata, alat simulasi dan sejenisnya.
Berdasarkan perangkat yang dikembangkan itulah pembelajaran diselenggarakan dalam langkah pelaksanaan (implement). Output dari setiap langkah dalam model dievaluasi dan direvisi sehinggga terjadi penjaminan mutu produk setiap langkahnya.
Konteksnya dengan Kurikulum 2013, langkah analisis telah dilakukan dalam bentuk need assessment yang menghasilkan rumusan-rumusan dalam bentuk Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kerangka dasar dan Struktur Kurikulum, Standar proses dan Standar Penilaian. Dokumen-dokumen tersebut merupakan babon dari perangkat kurikulum yang harus dikembangkan kemudian.
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menyusun cetak biru pembelajaran dalam bentuk silabus yang akan dijadikan landasan untuk mengembangkan panduan, buku siswa dan RPP. Karena silabus bersifat nasional maka isi silabus harus bersifat generik namun lengkap, jelas, ringkas dan fleksibel sehingga dapat dijabarkan oleh setiap pemangku kepentingan secara nasional untuk semua kultur, geografis, kesiapan sarana dan prasarana, dan sebaran SDM yang sangat beragam.
Dalam kurikulum 2013 silabus disusun oleh pemerintah. Kebijakan tersebut tentu tidak menyalahi kaidah-kaidah teoretis. Dari segi praktis pengambilalihan penyusunan silabus oleh pemerintah merupakan koreksi dari pengalaman penerapan Kurkulum 2006 dimana penyusunan silabus dilakukan di tingkat satuan pendidikan yang pelaksanaan dan haslinya kurang optimal.
Dalam kenyataanya silabus generik tersebut belum terlihat. Karakter silabus yang beredar masih seperti silabus yang disusun oleh seorang guru untuk pembelajaran sendiri dengan konsisi dan dimiliki pada kultur dan geografis sendiri, dan cenderung menyamaratakan dengan Jakarta. Salah satu contoh di silabus Biologi SMA/MA (Kemdikbud, Lamiran II Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMA/MA, 2014)dalam kegiatan belajarnya tertulis “Melakukan pengamatan mikroskopis air kolam, air rendaman jerami dll  menemukan karakteristik protista lainnya melalui kerja kelompok”. Masalahnya, apakah semua satuan pendidikan sudah memiliki mikroskop, terutama satuan pendidikan yang dikelola masyarakat di daerah. Pada saat menulis makalah ini penulis sedang berada di Kabupaten Kapuas Hulu, berdiskusi dengan guru SMA/MA yang letaknya 5 jam perjalanan menggunakan perahu motor dan siswa kelas 10 hanya berjumlah 10 orang dengan guru biologi lulusan setarap SLTA. Bagaimana mereka bisa merealisasikan silabus tersebut?
Dalam Standar Proses (Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013) dijelaskan bahwa silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Berikutnya dinyatakan lagi bahwa silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. Paling sedikit silabus harus memuat informasi mengenai hasil pembelajaran yang diinginkan oleh sebuah institusi pendidikan, gambaran materi ajar, strategi pembelajaran, strategi penilaian dan sumber belajar yang harus dipilih.
Dalam pernyataan tersebut terdapat satu kelemahan. Silabus hanya disebutkan sebagai acuan untuk menyusun kerangka pembelajaran yang secara kultural dan peraturan di Idnonesia di dirumuskan dalam bentuk RPP. Seharusnya bukan hanya RPP yang disusun berdasarkan silabus, melainkan juga panduan mata pelajaran, buku panduan guru dan buku siswa. Aturan ini harus ditegaskan agar terjadi keselarasan antara semua dokumen tersebut. Dengan demikian maka tidak akan terjadi fenomena kekacauan yang ditemui sekarang ini antara silabus, pedoman mata pelajaran, buku guru dan buku siswa yang berdampak terhadap kesulitan dalam menyusun RPP.
Fenomena chaos tersebut disebabkan karena silabus resmi yang merupakan Lampiran II Kurikulum SMP/MTs (Kemdikbud, Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMP/MTs, 2014)lahir belakangan setelah buku guru dan buku siswa beredar di situs bse. Ini menunjukkan bahwa pengembangan dokumen kurikulum tersebut tidak dijabarkan dari cetak biru (silabus). Wajar saja apabila tidak sinkron antara satu dokumen dengan  lainnya.
Berdasarkan alasan tersebut diusulkan adanya perbaikan pernyataan tentang fungsi silabus dalam Stnadar Proses. Pertama harus ditegaskan bahwa silabus berfungsi sebagai landasan untuk mengembangkan panduan mata pelajaran, panduan guru, buku siswa dan RPP. Silabus bersifat minimal dan fleksibel sehingga dapat diinterpretasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Kedua, di bagian pendahuluan dokumen silabus ditambahkan dengan penjelasan mengenai aturan-aturan dan prosedur penggunaannya.

Struktur
Dalam Standar Proses termuat aturan penyusunan silabus. Dalam aturan tersebut terdapat klausul berikut
1.     Silabus paling sedikit memuat identitas mata pelajaran, identitas sekolah, kompetensi inti, kompetensi dasar, tema (khususSD/MI/SDLB/Paket A);
2.     Materi pokok yang  memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi;
3.     Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
4.     Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
5.     Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun;
6.     Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Setidaknya ada dua kekeliruan dan kelemahana dalam aturan tersebut. Pertama adanya komponen identitas sekolah. Nampaknya klausul tersebut hanya berupa copy-paste dari Stadar Proses lama (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007). Dalam Kurikulum 2013 silabus tidak disusun oleh satuan pendidikan seperti pada Kurikulum 2006 melainkan disusun oleh pemerintah secara generik. Oleh karena itu tidak membutuhkan identitas sekolah. Klasul pada Standar isi harus direvisi.
Kedua, komponen penting yang harus ditambahkan adalah tujuan pembelajaran (learning objectives). Dalam Standar Penilaian Kurikulum 2013  (Kemdikbud, Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan , 2013)standar hasil belajar menggunakan acuan kriteria dan acuan kriteria minimalnya telah ditetapkan. Artinya seluruh peserta didik dimanapun berada dengan kondisi apapun harus memenuhi acuan kriteria minimal tersebut. Kalau acuan kriterianya ditetapkan maka tujuan pembelajaran harus ditetapkan.
Tujuan pembelajaran penting diketahui dan difahami oleh para pengembang panduan, buku siswa dan guru agar dapat merancang kelengkapan kurikulum dengan target yang sama. Kompetensi Dasar oleh pengembang slabus harus diterjemahkan kedalam tujuan pembelajaran yang lebih spesifik. Rumusan tujuan pembelajaran inilah yang akan digunakan untuk dasar penentuan materi ajar, kegiatan pembelajaran, strategi pembelajaran dan penyusunan indikator untuk penilaian.

KD dan Distribusi Jam Pelajaran
Bagian yang menarik untuk didikusikan dalam silabus ini adalah mengenai pasangan KD dan jumlah jam pelajaran. Dalam bagian ini banyak ditemukan fenomen yang janggal.
Prinsip utama dari Kurikulum 2013 adalah keseimbangan antara aspek afeksi, kognisi dan psikomotor. Konsep tersebut diejawantahkan dengan 4 rumusan Kompetensi Inti (KI) yaitu KI 1. sikap spiritual,  KI 2. siklap sosial, KI 3. pengetahuan dan KI 4. keterampilan. Pembelajaran untuk keempat KI tersebut dilakukan dalam kegiatan integratif dengan pendekatan saintifik. Untuk melaksanakan konsep pembelajaran tersebut guru menyusun RPP dengan cara mengintegrasikan KD dari keempat KI tersebut. Oleh karena itu dalam Standar Proses dan Panduan Mata Pelajaran (Kemdikbud, Panduan Mata Pelajaran SMP/MTs, Lapmpiran III Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMP/Ts, 2014)diamanatkan bahwa dalam RPP harus dicantumkan KD dari keempat KI dan menuliskan indikatornya. Telah disepakati pula bahwa yang menjadi acuan dalam pemasangan KD adalah KD dari KI 3.
Yang jadi persoalan, KD mana saja dari KI 1, KI 2. KI 3., dan KI 4 yang harus diintegrasikan dalam sebuah RPP? Untuk kebutuhan tersebut harus dilakukan pemetaan atau pemasangan KD dan jumlah jam pelajaran untuk setiap pasangan KD tersebut. Pemetaan ini harus dilakukan dengan cermat dan akurat sehingga menghasilkan pasangan KD yang benar-benar relevan secara substasi. Pemetaan KD ini harus dilakukan sebelum silabaus disusun karena justru akan dijadikan landasan dalam pengembangan silabus.
Mari kita lihat hasil identifikasi pasangan KD dalam silabus yang sudah diterbitkan pada tabel 1. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa silabus sudah dikembangkan berdasarkan pemetaan KD, namun ada tiga fenomena yang perlu didiskusikan. Pertama mengenai KD KI 1 dan KD KI 2. Berdasarkan daftar KI KD (Kemdikbud, Lampiran I Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs, 2014)  dalam Mata Pelajaran IPA SMP/MTs Kelas VII hanya terdiri dari 1 KD KI.1, 3 KD KI.2, 10 KD KI.3 dan 13 KD KI.4. Berdasarkan kesepakatan bahwa yang menjadi patokan adalah KD KI. 3 maka kemungkinan besar ada 10 pasangan KD. Dengan demikian seluruh KD dari setiap KI harus diditribusikan kedalam 10 KD tersebut.
Dalam silabus yang sudah dipasangkan adalah KD dari KI 3 dan KD dari KI. 4 saja sedangkan KD dari KI 1 dan KD dari KI 2 belum dipasangkan. Ini membebani guru dalam menyusun RPP. Kalau pemetaan KD tersebut harus dilakukan guru maka apa maksudnya? Akan lebih baik apabila KD tersebut telah dipasangkan oleh pengembang silabus yang lebih memahami substansinya. Dengan demikian guru tidak terlalu banyak berpikir tentang konsep melainkan lebih ke implementasi.
Ada anggapan bahwa seluruh KD KI 2 cocok untuk semua KD KI 3. Anggapan itu benar karena KD KI2 bersifat umum. Namun demikian yang jadi masalah adalah bagaimana melakukan penilaian apabila aspek afeksi yang dikembangkan terlalu banyak. Oleh karen itu akan lebih sederhana bagi guru apabila jumlah KD KI 2 yang dipasangkan tidak lebih dari 2.
Kedua, ada satu KD KI 3 yang tidak memiliki pasangan dari KD KI 4 yaitu KD 3. 9. Setelah dirujuk ke daftar KI-KD memang tidak ada KD dari KI 4 yang relevan dengan KD tersebut.  Ini tentu sebuah kekeliruan karena prinsip utama pembelajaran di Kurikulum 2013 adalah keseimbangan antara aspek afeksi, kognisi dan psikomotor. Oleh karena itu harus ada penambahan KD pada KI 4 untuk pasangan KD 3.9. Substansi KD 3.9 sebagai berikut: Mendeskripsikan pencemaran dan dampaknya bagi makhluk hidup. Alternatif pasangan KD KI 4 sebagai tabahan kira-kira sebagai berikut: Menyajikan hasil observasi mengenai fenomena pencemaran dan dampaknya terhadap makhluk hidup. Yang juga harus dikoreksi adalah substansi KD tersebut yaitu tenang dampak pencemaran sebaiknya bukan hanya terhadap makhluk hidup melainkan terhadap makhluk tak hidup. Oleh kerena itu seharusnya kalimat KD 3.9 adalah Mendeskripsikan pencemaran dan dampaknya terhadap ekosiste. Demikian juga kalimat KD KI 4-nya sebaiknya Menyajikan hasil observasi mengenai fenomena pencemaran dan dampaknya terhadap ekosistem.
Ketiga mengenai distribusi jumlah mata pelajaran untuk setiap KD. Dalam struktur kurikulum SMP/MTs yang tercantum dalam Lampiran I Kurikulum SMP/MTs jumlah jam pelajaran Mata Pelajaran IPA setiap minggu adalah 5 JP. Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan baha beban belajar di Kelas VII, VIII, dan IX dalam satu semester paling sedikit 18 minggu efektif. Berarti dalam satu tahun menjadi 36 minggu efektif. Apabila dikurangi untuk evaluasi tengah semester 2 kali dalam setahun dan cadangan 2 minggu maka jumlah minggu efektif pembelajaran  pertahun adalah 32 minggu. Oleh karena itu jumlah alokasi waktu yang tersedia untuk menyelesaiakna 10 KD (KI 3) adalah 160 JP per tahun.
Faktanya dalam silabus hanya tercantum 85 JP. Ini tentu keliru dan harus diperbaiki. Apabila 160 JP dibagi rata kedalam 10 KD maka rata-rata 16 JP per KD. Tentu waktu yang dibutuhkan untuk setiap KD berbeda-beda tergantung bobot materinya dan kegiatan belajarnya. Oleh karena itu harus dilakukan pemetaan bobot jam pelajaran untuk setiap KD. Hasil pemetaan tersebut bersifat prediktif karena yang paling akurat untuk menentukan JP setiap KD adalah hasil kajian dalam pelaksanaannya di lapangan. Artinya pemetaan jam pelajaran juga harus ongoing process sampai menemukan peta yang akurat. Itulah perlunya uji coba Kurikulum.
Ketika dirujuk ke buku guru juga terjadi kekeliruan. Peta KD pada silabus dan peta KD pada buku guru tidak sinkron. Malah peta KD pada buku guru lebih buruk dari peta pada silabus. Demikian juga distribusi jumlah JP. Dalam silabus jumlah JP keseluruhan 85, dan pada buku guru 151. Fenomena ini menunjukkan kekacauan dokumen yang pada ujungnya membingungkan guru.

Materi Pembelajaran
Konsep kurikulum pada Mata Pembelajaran IPA adalah integrative (IPA terpadu). Artinya materi pembelajaran pada Mata Pembelajaran IPA terdiri dari tiga disiplin ilmu yaitu biologi, fisika dan kimia. Pengintegrasasian ketiga disiplin ilmu tersebut dilakukan secara connected (Kemdikbud, Kurikulum IPA SMP/MTs). Yakni ketika pembelajaran dilakukan pada disiplin ilmu tertentu (misalnya fisika), kemudian konsep dari disiplin ilmu lain yang relevan dimasukkan kedalamnya. Misalnya saat mempelajari suhu (konsep fisika), pembahasannya dikaitkan dengan upaya makhluk hidup berdarah panas mempertahankan suhu tubuh (konsep biologi), serta senyawa yang digunakan di dalam termometer.
Materi pembelajaran termuat dalam KD KI 3. Pada mata pelajaran IPA kelas VII terdapat 10 KD yang meliputi konsep utama pengukuran, ciri makhluk hidup dan tak hidup, klasifikasi, keragaman makhluk hidup, keragaman pada zat, suhu dan kalor, interaksi antar makhluk hidup dan dampak pemanasan global. Materi pada KD tersebut hasil revisi dari Kurikulum 2006. Dengan konsep yang sama yaitu IPA terpadu namun pada Kurikulum 2013 materi pembelajaran lebih terstruktur dan memiliki keterkaitan (connected).
Namu  demikian ada yang perlu didiskusikan terkait dengan KD-KD tersebut. Pertama bobot KD tidak seimbang antara satu dengan yang lain. Ada yang bobotnya kecil namun ada yang terlalu besar. Misalnya KD 3.2 (Mengidentifikasi ciri hidup dan tak hidup dari benda-benda dan makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitar) terlalu kecil dibandingkan dengan KD 3.3 (Memahami prosedur pengklasifikasian makhluk hidup dan benda-benda tak-hidup sebagai bagian kerja ilmiah, serta mengklasifikasi-kan berbagai makhluk hidup dan benda-benda tak-hidup berdasarkan ciri yang diamati). Seharusnya KD 3.2 diperbesar dengan cara memindahkan sebagaian kompetensi dari KD 3.3 yaitu memahami prosedur  pengklasifikasian makhluk hidup dan benda-benda tak hidup. KD 3.2 menjadi Mengidentifikasi ciri hidup dan tak hidup dari benda-benda dan makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitar dan prosedur  pengklasifikasian makhluk hidup dan benda-benda tak hidup. KD 3.3 menjadi Mengklasifikasi-kan berbagai makhluk hidup dan makhluk tak-hidup berdasarkan ciri yang diamati.
Revisi KD ini perlu dilakukan karena berdampak terhadap ketidakseimbangan ditribusi jam pelajaran dalam silabus yang berakibat terhadap kesulitan dalam mengembangkan buku guru, buku siswa dan RPP.
Kedua masih ada kelemahan dalam menjabarkan KD kedalam materi pokok. Pertama penulisan materi pokok kurang rinci dan kedua masih ada tumpang tindih atau tertukar. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat menyebabkan salah tafsir bagi para pengembang buku dan pengembangan RPP.
Tabel 2 memperlihatkan KD KI 3 dan jabaran materi pokoknya. Contoh pada KD 3.1. Kalimat KD: Memahami konsep pengukuran berbagai besaran yang ada pada diri, makhluk hidup, dan lingkungan fisik sekitar sebagai bagian dari observasi, serta pentingnya perumusan satuan terstandar (baku) dalam pengukuran. Jabaran materi poknya 1. Pengukuran, 2. Besaran Pokok dan Besaran Turunan. Dengan rincian sesederhana itu petunjuk apa  yang dapat ditangkap oleh para pengembang buku dan pengembang RPP? Informasi yang ditampilkan sangat minim sehingga bisa salah tafsir. Selain itu materi pokok tersebut tidak memperlihatkan konsep IPA terpadu sehingga susah diterjemahkan kedalam buku IPA terpadu dan RPP IPA terpadu.
Untuk menentukan materi pokok yang lebih baik maka langkah pertama adalah menerjemahkan KD kedalam tujuan pembelajaran, kemudian menjabarkan tujuan pembelajaran kedalam matri pokok. Dari pemetaan tersebut juga dapat diprediksi alokasi waktu untuk setiap materi lebih akurat. Berikut ini contoh pemetaannya.
Tabel 3 Pemetaan KD kedalam Materi Pokok
 

Melalui hasil pemetaan tersebut diperoleh gambaran tujuan pembelajaran, materi pokok dan alokasi waktu untuk setiap materi pokok. Berdasarkan tabel tersebut maka dapat diterjemahkan bahwa pada KD 3.1 ada tiga tujuan pembelajaran dan tiga kelompok materi pokok. Untuk mencapai setiap tujuan pembelajaran tersebut telah dialokasikan waktu masing-masing 3, 7, dan 3 JP dan untuk setiap KD harus disediakan waktu untuk evaluasi formatif.
Penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan struktur jam pelajaran per minggu. Dalam struktur kurikulum jumlah jam pelajaran untuk mata pelajaran IPA SMP/MTs  adalah 5 JP per minggu yang terdiri dari 2 kali tatap muka yaitu 3 JP dan 2 JP. Dengan demikian untuk menyelesaikan pembelajaran KD 3.1 dibutuhkan waktu 15 JP atau 3 minggu.
Materi tumpang tindih terjadi pada KD 3.2. Kalimat KD Mengidentifikasi ciri hidup dan tak hidup dari benda-benda dan makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitar, sedangkan materi pokoknya, 1. Makhluk hidup, 2. Benda tak hidup, 3. Zat padat, cair dan gas, 4. Unsur senyawa dan campuran, 5. Asam, basa dan garam. Materi yang berkaitan dengan KD tersebut hanya materi pokok nomor 1 dan 2 sedangkan sissanya merupakan materi pokok untuk KD 3.5 (Memahami karakteristik zat, serta perubahan fisika dan kimia pada zat yang dapat dimanfaat-kan untuk kehi-dupan sehari-hari).

Kegiatan Pembelaaran
Pada silabus tersebut kegiatan belajar belum terstruktur dengan baik. Kasus pada kegiatan belajar KD 3.1 menunjukkan ketidakjelasan dan kesemrawutan rangkaian kegiatan. Dapat dibayangkan kalau guru melaksanakan pembelajaran dengan skenario tersebut. Rangkai kegiatan  tersebut juga tidak menampakkan kegiatan IPA terpadu.
Alternatif solusi untuk mengatasi kesemrawutan kegiatan tersebut adalah dengan cara menetapkan paket-paket kegiatan berdasarkan tujuan dan materi pokok yang telah ditetapkan. Mari kita kaji kembali hasil pemetaan pada tabel 3. Dalam tabel tersebut kegiatan pembelajaran sudah dibagi menjadi 3 paket kegiatan dan satu evaluasi formatif dengan alokasi waktu tersendiri. Karena dalam Standar Proses dituntut untuk menerapkan pendekatan saintifik dengan lima kegiatan yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengomunikasikan maka setiap paket pembelajaran dijabarkan kedalam lima langkah tersebut. Mari kita lihat contoh betikut.

Tabel 4 Peta Kegiatan Pembelajaran



Dalam silabus kegiatan yang disajikan harus sudah berbentuk paket pertemuan agar dengan mudah dapat diterjemahkan oleh pengembangn buku dan guru. Kegiatan harus bersifat generik dan fleksibel agar dapat diterjemahkan oleh pengembang buku dan guru secara beragam sesuai dengan kultir dan geografis. Selain itu kegiatan harus mencerminkan IPA terpadu. Harus dipertimbangkan juga bahwa dalam Kurikulum 2013 SMP/MTs, siswa dapat diberi tugas mandiri terseturktur dan tidak tersetruktur per minggu dengan bobot 50% dari jumlah jam pelajaran. Apabila jam pelajaran IPA 5 JP per minggu (5x40 menit = 200 menit) maka siswa dapat diberi tugas dalam bentuk pengamatan, wawancara, membaca atau projek yang dapat dikerjakan kira-kira dalam waktu 100 menit (50% x 200 menit). Kegiatan tersetruktur dan tidak terstruktur tersebut dapat dimuat dalam kegiatan belajar.

A.  Kesimpulan dan Saran
Kajian di atas tentu saja belum lengkap karena belum mencakup keseluruhan komponen silabus. Komponen yang belum termasuk dalam kajian ini adalah penilaian dan sumber belajar. Selain itu kajian ini masih dangkal terutama terkait dengan kajian teoretis sehingga harus ditambahkan. Meskipun demikian ada poin-poin yang dapat disimulkan. Berikut ini simpulan-eimpulan dan rekomendasi yang dapat dirumuskan.
1.     Ditemukan ketidakselarasan antara silabus, buku guru dan buku siswa sehingga para guru kebingungan menjabakannya kedalam RPP. Fenomena tersebut disebabkan karena ketidakjelasan fungsi silabus dan pengembangan silabus tidak dilakukan secara sistematis dan logis sehingga silabus sulit dipahami dan diterjemahkan. Solusi untuk masalah tersebut diusulkan dua hal berikut. Pertama dalam Standar Proses ditegaskan bahwa silabus berfungsi sebagai landasan untuk menyusun panduan mata pelajaran, buku guru, buku siswa dan RPP. Kedua, silabus harus direvisi kembali sehingga sesuai dengan kaidah teoretis dan praktis. Revisi silabus tersebut sangat mendesak karena akan digunakan sebagai landasan untuk merevisi panduan mata pelajaran, buku guru, buku siswa, RPP dan instrumen penilaian untuk kebutuhan tahun pelajaran yang akan datang.
2.     Ditemukan kekeliruan dalam komponen dan sistimatika silabus. Pertama dalam Standar Proses masih tercantum klausul harus adanya identitas sekolah dalam silabus padahal dalam Kurikulum 2013 silabus disusun secara generik oleh pemerintah. Oleh karena itu klausul tersebut harus dihilangkan. Kedua, ada komponen penting yang tidak ada dalam silabus, yaitu tujuan pembelajaran (learning objectives). Tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam silabus karena akan menjadi dasar dalam menetapkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, staregi pembelajaran dan alokasi waktu. Tujuan tersebut harus dijabarkan dari KD (KI 1, KI 2, KI 3,KI 4).
3.     Ditemukan kelemahan dalam pasangan KD dan alokasi waktu. Kelemahan pertama KD dari KI 3 dan KD dari KI 4 sudah dipasangkan, dan sudah tepat, namun Kd KI 1 dan KD KI 2 belum.  Hal ini menyulitkan guru dalam penyusunan RPP karena harus melakukan pemetaan. Oleh karena itu sebaiknya pengeembang silabus memasangkan seluruh KD sehingga guru tidak harus berpikir konsep melainkan fokus untuk berfikir penerapannya.   Kelemahan kedua, ada KD 39 tidak memiliki pasangan dari KD KI 4. Hal ini telah melanggar prinsip keseimbangan kompetensi karena dalam pembelajaran KD 3.9 tidak menampilkan aspek keterampilan. Oleh karena itu dalam daftar KD harus itambahkan  KD KI 4 untuk pasangan KD 3.9. Kalimat KD yang diusulkan seperti berikut: Menyajikan hasil observasi mengenai fenomena pencemaran dan dampaknya terhadap ekosistem.
4.     Ditemukan ketidakseimbangan bobot dalam setiap KD, terutama pada KD 3.2 dengan 3.3. KD 3.2 terlalu kecil sedangkan KD 3.3 terlalu besar. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan alokasi waktu. Selain itu sebagian substansi KD 3.3 sebenarnya  harus menempel pada KD 3.2. Oleh karena itu sebagian substansi KD 3.3 harus dialihkan ke KD 3.3. KD 3.2 seharusnya menjadi Mengidentifikasi ciri hidup dan tak hidup dari benda-benda dan makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitar dan prosedur  pengklasifikasian makhluk hidup dan benda-benda tak hidup. KD 3.3 menjadi Mengklasifikasi-kan berbagai makhluk hidup dan makhluk tak-hidup berdasarkan ciri yang diamati.
5.     Materi pokok dalam silabus tidak lengkap, tumpang tindih dan belum seluruhnya menggambarkan konsep IPA terpadu. Untuk mengatasi masalah tersebut harus dilakukan kajian mendalam terhadap tujuan pembelajaran dan menjabarkannya kedalam materi pokok. Usulan pemetaan terdapat pada tabel 3.
6.     Kegiatan pembelajaran belum sistematis dan logis. Alternatif solusi untuk mengatasi kesemrawutan kegiatan tersebut adalah dengan cara menetapkan paket-paket kegiatan berdasarkan tujuan dan materi pokok yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, KD 3.1 dijabarkan menjadi 3 tujuan pembelajaran. Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut pembelajaran dipecah menadi tiga paket pembelajaran dengan waktu yang beragam sesuai dengan bobot materi dan kegiatan. Setiap paket pembelajaran terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengomunikasikan. Selain 3 paket tersebut ditambah satu paket untuk evaluasi formatif. Sistimatika tersebut akan memudahkan para pengembang buku dan guru dalam menyusun RPP dan melaksanakan pembelajaran.


 

DAFTAR RUJUKAN

Bown, G. A. (2009). Document Analysis as a Qalitatif Research Method. Qualitative research Journal, vol 9, no 2.
Gentry, C. G. (1994). Instructional to Development Process and Technique. California: Wadsworth Publishing Company.
Gustafson, K. L. (2002). Survey of Instructional Development Model. Fourth Edition. New York: Eric Clearing House on Information and Technology.
Kemdikbud. (2013). Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses. Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan Kebuadayaan.
Kemdikbud. (2013). Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan . Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2014). Lamiran II Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMA/MA. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2014). Lampiran I Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2014). Lampiran II Permendikbud Nomor 58 Tahuan 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrsah Tsanawiyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2014). Panduan Mata Pelajaran SMP/MTs, Lapmpiran III Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMP/Ts. jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2014). Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMP/MTs. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2014, Oktober 14). Rumah Belajar. Diambil kembali dari Buku Sekolah Elektronik: http://bse.kemdikbud.go.id/buku/kkurikulum2013
Wikipedia. (2014, Oktober 6). Instructional Design. Diambil kembali dari Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Instructional_design#ADDIE_process

       

Ipsum

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Dolor

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.