Oleh Asip Suryadi
Di sebuah arena Diklat saya mengatakan "Tidak boleh sedikitpun
memberi kesempatan kepada siswa untuk menyontek". Lalu peserta Diklat
serempak berseloroh "Kecuali kalau tidak ketahuan". Didengar dari
suaranya, saya memprediksi lebih dari setengah jumlah peserta
mengucapkannya secara serentak dengan nada yang nyaris sama. Seperti
paduan suara.
Saya menganggap itu bercanda. Tapi agak membuat gerah juga, jangan-jangan itu keyakinan, persepsi dan sikap mereka. Saya mengkonfirrmasi dengan mengajukan pertanyaan "Apakah Anda setuju?" Tidak banyak yang menjawab.
Pagi berikutnya saya mengajak peserta untuk mensimulasikan 5 Budaya
Kerja Kementerian Agama, kemudian secara khusus mengajak diskusi
maknanya. Saya memberi penekanan terhadap nilai integritas. Saya lihat
banyak yang menanggapinya datar-datar saja. Mungkin mereka ingin
mengatakan: Ah teori...!!!
Besoknya saya mengajak lagi meneriakkan 5 Budaya Kerja Kemenag dengan harapan ada sebuah nilai yang tertanam meskipun secuil. Di akhir sesi Diklat kami memberi soal ujian. Ternyata banyak peserta Diklat (yang terdiri dari guru mata pelajaran) berusaha menyontek.
Saya mengelus dada.
Guru kencing berdiri
Murid kencing berlari
Berapa generasi lagi???
Besoknya saya mengajak lagi meneriakkan 5 Budaya Kerja Kemenag dengan harapan ada sebuah nilai yang tertanam meskipun secuil. Di akhir sesi Diklat kami memberi soal ujian. Ternyata banyak peserta Diklat (yang terdiri dari guru mata pelajaran) berusaha menyontek.
Saya mengelus dada.
Guru kencing berdiri
Murid kencing berlari
Berapa generasi lagi???
Sumber gambar: https://www.liputan6.com/global/read/2505190/7-modus-canggih-menyontek-yang-tak-terbayangkan, 9-7-2020
0 comments:
Posting Komentar