Feature Top (Full Width)

BELAJAR DARI RUMAH

Kamis, 09 Juli 2020


Oleh Asip Suryadi 

Guru inspiratif, apakah Anda merasakan adanya tuntutan perubahan akibat dampak pandemi Covid19 pada pandangan Anda mengenai pendidikan, pembelajaran dan peran guru sebagi pigur penting dalam pendidikan? Bersyukurlah bagi yang merasakannya. Itu artinya Anda adalah guru adaptif.

Kita terhenyak dengan peristiwa besar yang menyebabkan setiap orang harus tinggal di rumah untuk beberapa bulan sebagai upaya isolasi agar virus pandemik yang diberi nama Covid19 tidak menyebar lebih luas. Banyak orang tidak sadar dan menganggap itu sepele. Itu yang menyebabkan virus ini tak terbendung sehingga di Indonesia hingga hari ini tanggal 10 Mei orang yang terjadngit sudah sampai 13.645. Kompas.com 14 April memprediksi bahwa sampai Mei suspek bisa sampai 50.000. Pada kondisi tersebut rumah sakit akan lumpuh. Kamar rawat rumah sakit dapat dibangun tapi tenaga medis tidak dapat dicetak dalam sehari. Lalu apa yang terjadi?

Bukan hanya itu, damapak pandemik tersebut telah memaksa tatanan sosial, politik dan ekonomi mengubah paradigmanya. Salah satu masalah yang akan dihadapi misalnya, pada ketahanan pangan. Berapa lama cadangan makanan dapat bertahan ketika pertanian berhenti, pabrik makanan tidak jalan, dan trasnprotasi lumpuh? Berapa lama masyarakat bisa hudup pada kondisi seperti itu? Bisa dibayangkan ketika pasokan makanan terbatas dan semakin langka. Tidak menutup kemungkinan terjadi keos baik pada tataran lokal, regional maupun global. Bisa saja terjadi perang antar negara merebutan sumber daya alam seperti air, energi, atau sumber makanan lain. Tentu akan memakan banyak korban pada pihak yang lemah. Pada kondisi tersebut dapat terjadi bencana kemanusiaan. 

Di tengah krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti ini, sulit untuk melihat masa depan dengan akurat. Seolah-olah kita berkeliaran dalam kabut tebal. Kita sering kali hanya bisa berdoa. Oleh kaena itu seyogyanya kita menyadari bahwa banyak hal yang tidak dapat diprediksi. Alam memiliki sifat yang belum dipahami seutuhnya. Beberapa ahli secara ekstrim mengklaim bahwa dampak pandemi ini dapat memusnahkan ras manusia di bumi. Kemusnahan ras manusia (homo sapiens) bisa saja terjadi, seperti kepunahan homo erectus sekitar 500 ribu tahun lalu. Diprediksi bahwa kemusnahan jenis hominid tersebut karena mereka malas beradaptasi. Tidak mampu berinovasi. Makanya satu-satunya jalan untuk menjaga keberlanjutan ras manusia adalah beradaptasi dengan mekanisme alam.

Pada kesempatan ini mari kita diskusi mengenai adapatasi yang harus dilakukan masyarakat lokal dan global dalam bidang pendidikan. Salah satu dampak pandemi Covid19 adalah lockdown sekolah. Penutupan sekolah di 184 negara menyebabkan 1.53 milyar pelajar dirumahkan. Tentu dirumahkan bukan untuk libur belajar melainkan harus belajar dirumah. Namun di beberapa tempat penutupan sekolah benar-benar berarti hilanganya kesempatan belajar karena tidak ada fasilitas untuk terjadi interaksi antara guru dan siswa, sedangkan keluarga tidak memungkinkan untuk mengajari mereka. Pada kondisi ini proses pendidikan dapat berhenti total.

Pada umumnya di Indonesai dampak pandemi terhadap anak-anak tidak terlalu parah. Kecuali di lokasi-lokasi tertentu. Meraka hanya terkena aturan Belajar Dari Rumah (BDR). Meskipun begitu, kenyataannya program BDR bukan hal yang mudah. Pada bulan pertama guru, orang tua dan siswa mengalami kesulitan. Guru dan orang tua kebingungan bagaimana caranya mengajar anak di rumah. Pada bulan kedua malah tidak lebih baik karena intensitas belajar anak-anak malah menurun karena guru, orang tua dan siswa menghindari stress. Guru dan orang tua menjadi permisif. Pada saat artikle ini ditulis, adalah bulan ketiga belajar di rumah. Kebetulan bersamaan dengan bulan Romadhan. Rasanya suasana belajar di rumah semakin tidak kondusip. Lalu bagaimana selanjutnya kalau lockdown diperpanjang?

Belajar dari rumah!!! Yang mengajar sekarang bukan guru, tapi mamah-papah, om, tante atau kakak. Anak-anak seperti bertanya dalam dirinya. Apa ini belajar? Kalau belajar dengan guru, anak-anak tidak meminta syarat untuk mengerjakan sesuatu. Kalau dengan orang tua, mereka punya jurus jitu, yaitu kata “tidak mau”, atau minta syarat. Lalu orang tua mengalah. Pada kondisi ini banyak belajar yang tidak terjadi, atau intensitasnya sangat minim. Karena orang tua tidak ingin nilai anaknya buruk maka mengirim tugas hasil rekayasakepada guru.

Dalam regulasi dan tradisi persekolahan kita, tentu belajar di rumah seperti itu tidak akan sama hasilnya dengan belajar di kelas. Dapat dipastikan untuk semester ini, malah bisa saja untuk beberapa semester kedepan, anak-anak kehilangan waktu untuk menguasai kompetensi yang disyaratkan dalam kurikulum. Beruntung sebagian anak yang memiliki orang tua paham pendidikan sehingga dapat melakukan home schooling. Bagi banyak anak, berhenti pergi kesekolah berarti kehilangan waktu belajar.

Belajar di rumah sebenarnya bukan sebuah kesalahan. Banyak keluarga sukses melakukan home schooling. Hasilnya juga tidak buruk. Dengan metode ini justru anak-anak dapat belajar untuk menjalani hidup pada latar yang sebenarnya. Dibandingkan dengan skolah formal yang sering kali banyak terjebak dengan regulasi dan standar yang menyebabkan hasil belajar kurang bermakna. Banyak hasil homeschooling yang berbasis kompetensi. Salah satu contoh homeschooling yang dilakukan teman saya, setarap lulusan sekolah menengah dapat menulis buku yang diterbitkan di penerbit ternama. Contoh lain, pada usia sekeloah menengah anak sudah berhasil memulai wirausaha. Beberapa hasil homeschooling juga dapat masuk ke universitas ternama. 

Keberhasilan homeschooling salah satunya disebabkan karena orang tua berhasil membangun kemampuan belajar mandiri (self-regulated dan self-directed learning). Sementara di sekolah regular, anak-anak lebih banyak belajar dengan cara mengikuti arahan guru yang menyebabkan anak-anak sangat tergantung pada gurunya.

Homeschooling adalah salah satu contoh sebauh keberhasilan (best practice). Dapat dijadikan alternatif pola untuk mengatasi disrupsi akibat pandemi Covid19. Namun itu terbatas untuk orang tua yang memiliki wawasan, keberanian dan kesepakatan dengan anak-anak untuk belajar tanpa keterlibatan guru reguler. Lantas bagaimana dengan sebagian besar keluarga yang masih membutuhkan keterlibatan guru reuler untuk mengajar anak-anaknya? Salah satu alternatifnya adalah distance education (belajar berjarak). Pada pola ini kurikulum dirancang oleh guru kemudian disajikan menggunakan teknologi agar peserta didik melakukan proses belajar mandiri. 

Guru inspiratif, sebagai pendidik kita pasti merespon disrupsi ini dengan positif. Kita harus menjadikannya sebagai milestone sebuh perubahan. Pengalaman yang kita alami saat ini kita jadikan inspirasi untuk mengadaptasi cara berpikir dan cara bertindak kita yang selama ini ternyata tidak berlaku untuk situasi disruptif seperti sekrang ini.

Belajar berjarak bagi banyak guru dan orang tua bukan hal yang biasa sebelumnya. Sesuatu yang baru, namun “tidak bisa dihindari” sekarang ini. Orang tua lebih sering beranggapan: Kalau mau belajar, ya di sekolah. Guru juga beranggapan: Kalau mau belajar datang kepadaku. Malah banyak guru yang masih merpendapat bahwa, “Kalau tidak saya jelaskan anak-anak tidak mengerti”. Persepsi ini sudah berlangsung turun-temurun sejak nenek moyang. Mungkin menjadi sebuah keyakinan. Bagaiman keyakinan ini dapat diubah?

Tapi keadaan mendesak. Keyakinan tersebut harus diubah. Dari keyakinan belajar dengan tatap muka (face-to face) ke belajar berjarak (distance).  Dari pembeajaran yang biasanya para siswa dan guru bertemu dalam sebuah ruang kelas pada jadwal tertentu (regular) menjadi pembelajaran yang terjadi kapan saja dan dimana saja (irregular). Dari pembelajaran yang guru adalah sumber utama pembelajaran menjadi pembelajaran dengan beragam sumber belajar. Dan dari “siswa mendapat pelajaran dari guru (directed)” menjadi “siswa belajar mandiri” (self-directed).

Pembelajaran berjarak adalah konsep yang berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Mengajar dari rumah bukan sekedar mengirimkan tugas untuk dikerjakan dan dikirimkan kepada guru seperti kebanyakan guru melakukanya sekarang ini.  Mengajar dari rumah adalah membantu siswa agar belajar mandiri melalui sajian pelajaran yang dirancang untuk belajar berjarak. Dengan pola pembeljaan tersebut tidak masalah ketika guru ada di tmpat “X” dan peserta didik berada di tempat “Y” yang jaraknya bisa sangat jauh. Pada konsep ini guru tetap mengajar dan peserta didik tetap belajar. 

Mari kita memanfaatkan momen ini untuk bereksperimen dengan pola pendidikan baru. Yaitu pola pendidikan yang mengedepankan anak-anak memiliki lebih banyak kebebasan, tanggung jawab dan kehendak untuk belajar mandiri. Pola Pendidikan yang mengarahkan agar anak-anak memiliki target belajar sendiri dan dapat mengendalikan dirinya mencapai suskes belajarnya. Melalui pola tersebut diharapkan anak-anak dapat menjadi independent learners dan long life learners sehingga tidak terpengaruh dengan krisis seperti distancing. Apabila anak-anak sudah memiliki sikap seperti itu maka kehadiran guru tidak menjadi syarat begi mereka untuk belajar.

Saya mempredikis bahwa disrupsi yang disebabkan oleh pandemi Covod19 akan mengubah tatanan persekolah di negeri ini. Kelihatannya pemerintah dan masyarakat akan mengembagkan lebih banyak ICT untuk pendidikan. Akan dibangun imprastruktur lebih banyak lagi sampai ke peloksok tanah air dan mengubah paham pendidik mengenai peran ICT dalam pembelajaran. Secara bertahap ke depan kelas-kelas akan diubah menjadi learning center berbasis ICT. Mungkin HP tidak lagi dilarang dibawa ke sekolah tapi akan digunakan sebagai media dan sumber belajar dari pada sebagai alat hiburan. Kalau itu terjadi maka pendidik harus beradaptasi secara radikal. 

Guru inspirstif, Anda telah memulai berkeksperimen melakukan distance education. Guru mengirim tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada di buku melalui media sosial. Sebagian mengirimkan gambar dan video untuk dipelajari dan dites. Sebagian menambahkan dengan pertemuan virtual menggunakan aplikasi video convrencing. Sebagian ada yang lebih maju lagi, menggunakan LMS untuk menyajikan pembelajaran fully online

Sebagian sudah baik, tapi Sebagian besar belum memenuhi kriteria pembelajaran jarak jauh yang baik. Kebanyakan guru belum mengunakan prinsip-prinsip pembelajaran jarak jauh dalam eksperimen ini. Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan lebih banyak memperlihatkan kesan seakan-akan hanya memindahkan kegiatan tatap muka dari kelas ke rumah. Pada pendidikan dasar SD/MI, praktek ini hanya memindahkan tugas mengajar dari guru kepada orang tua yang membuat mereka banyak bertengkar. Pada peserta didik tingkat menengah, praktek pembelajaran jarak jauh ini menyulitkan. Banyak peserta didik kebingungan apa yang harus dilakukan karena instruksi sangat singkat dan seakan-akan semua instruksi adalah tes.  Praktek seperti ini membuat peserta didik stress. Itu semua karena pembelajaran tersebut tidak dirancang untuk fungsi pembelajaran berjarak.

Tidak apa. Itu sudah merupakan sebuah upaya. Tidak ada yang salah pada praktek tersebut karena pola pembelajaran tersebut tidak bisa bagus dengan sendirinya. Yang perlu kita pikirkan kemudian adalah bagaimana memperbaikinya?

Bagi yang belum pernah sebelumnya, tidak gampang merancang dan menyajikan pembelajaran jarak jauh. Perubahan dari tatap muka ke jarak jauh tidak bisa menggunakan pedagogi tatap muka melainkan harus menggunakan pedagogi pembelajaan jarak jauh. Langkah pertama yang harus kita lakukan dalah mengenalkan distance education dan jenis-jenisnya. Selanjutnya kita belajar merancangnya

Pentingnya mempelajari pola pendidikan jarak jauh tentu bukan hanya untuk kebutuhan sesaat khususnya program BDR, tetapi memiliki prospek untuk perubahan persekolahan jangka panjang. Misalnya, selama ini sekolah hanya melayani peserta didik yang bisa pergi ke sekolah. Anak-anak yang sakit secara fisik dan tidak bisa pergi ke sekolah/madrasah baik selamanya atau sementara karena kecelakaan tidak bisa dilayani. Seyogyanya sekolah/madrasah mengubah paradigma ke arah pendidikan untuk semua. Kita harus punya visi “no one left behind” (tidak ada satu anak pun yang tertinggal). Contoh lain, anak berkebutuhan khusus yang tidak diizinkan oleh orang tuanya pergi ke sekolah/madrasah tidak dilayani untuk belajar karena tidak ada guru regular yang mau mengajarinya.

Gagasan ini memiliki implikasi terhadap semua stakeholder pendidikan. Legislatif harus mulai memikirkan regulasi mengenai keharusan satuan Pendidikan menyelenggarakan distance education agar pola ini mulai tumbuh secara nasional. Perguruan tinggi harus mulai menginisiasi dengan measukkan materi distance education dalam kurikulum pendidikan keguruan. Pemerintah harus mulai membangun kebijakan dan infrastruktur teknologi untk mendukung distance education. Lembaga kediklatan harus mulai menyusun kurikulum pelatihan untuk membekali para pendidik dan tenaga kependidikan pengetahuan dan keterampilan mengenai distance education. Selanjutnya, yang menjadi ujung tombaknya, guru harus mulai belajar serius untuk memahami dan terampil menyeajikan pembelajaran dengan pola distance education.

Guru inspiratif, tidak ada pilihan kecuali kita memulainya. Kita tidak harus menunggu pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan distance education. Mari kita pelajari pola pembelajaran tersebut sedikit demi sedikit. Banyak sumber belajar yang dapat kita akses untuk mempelajarinya baik berupa teks maupun multimedia. Pelajari hingga kita memahami dan tidak ragu leagi untuk mempraktekkannya.

Di blog ini akan disajikan artikel-artikel terkait dengan tema tersebut. Silakan mengikuti terus.  

Selamat belajar.

Sumber gambar: http://www.pvsd.org/staff/brent-trinkle/learning-from-home 

17 comments:

sari handayani mengatakan...

Belajar dari rumah adalah istilah yang populer didunia pendidikan saat ini, saat maraknya virus bernama corona. Dimana siswa hanya mendapatkan materi, mendapatkan tugas dan emngerjakan tugas dari rumah saja. Namun di beberapa tempat penutupan sekolah benar-benar berarti hilanganya kesempatan belajar karena tidak ada fasilitas untuk terjadi interaksi antara guru dan siswa, sedangkan keluarga tidak memungkinkan untuk mengajari mereka. Pada kondisi ini proses pendidikan dapat berhenti total. Tetapi kenyataannya belajar dari rumah ini buakn hal yang mudah karena keterbatasan, misalnya saat siswa kurang emmahami materi, sedikit sulit menjelaskan via online, disamping itu terkadang tidak semua siswa berkemampuan cukup untuk emmbeli kuota, bahakan ada siswa yang tidak memiliki HP. Kesulitan lainnya tak jarang orangtua menjadi pengganti guru untuk emngajarkan anak-anaknya di rumah.Tapi guru juga sudah berupaya semaksimal mungkin,hanya saja karena anak-anak berada dan belajar dari rumah maka tetap pengawasan orangtua itu perlu. Bagi yang belum pernah sebelumnya, tidak gampang merancang dan menyajikan pembelajaran jarak jauh. Perubahan dari tatap muka ke jarak jauh tidak bisa menggunakan pedagogi tatap muka melainkan harus menggunakan pedagogi pembelajaan jarak jauh. Langkah pertama yang harus kita lakukan dalah mengenalkan distance education dan jenis-jenisnya. Selanjutnya kita belajar merancangnya. Intinya distance education ini harus dikenalkan untuk semua kalangan pelajar dan mahasiswa sekalipun. Kita tinggal menunggu pemerintah memulainya dan mengadakan pelatihan terkait distance education.Sehingga bisa mengaplikasikannya.

Materi Kimia Kelas XII mengatakan...

Merebaknya kasus pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sejak Desember 2019 sampai saat ini mengharuskaan semua proses kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik untuk sementara waktu dilakukan di rumah. Hal itu perlu dilakukan guna meminimalisir kontak fisik secara massal sehingga dapat memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.

Untuk mengisi kegiatan belajar mengajar yang harus diselesaikan pada tahun pelajaran ini, pemerintah mengambil kebijakan pembelajaran dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh dengan media daring (dalam jaringan), baik menggunakan ponsel, PC, atau laptop.

Media daring dirasa sangat efektif sebagai langkah solutif untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan pendidikan. Guru tinggal memberikan soal yang nantinya dikirim melalui ponsel/laptop peserta didik atau orang tua. Kemudian peserta didik tinggal megerjakan tugas dari guru. Hasil pekerjaan atau tugas tersebut dikirim kembali kepada guru melalui WA, aplikasi, atau dikumpulkan pada saat masuk sekolah.

Implementasi pembelajaran daring yang sudah berjalan beberapa pekan ini secara umum berjalan lancar. Kendati demikian, seiring perjalanan waktu sudah mencul banyak permasalahan. Di antaranya tugas guru yang terlalu banyak sampai keluhan soal kuota dan jaringan internet.(satori)

Asmariza mengatakan...

Pada kondisi seperti sekarang yakni pada masa pandemi ini di mana sekokah tidak melaksanakan pembelajaran tatap muka, hal ini membuat siswa dan guru menghadapi hal yang sabgat sangat baru... di Indonesia misalnya kalau pun ada lembelajaran jarak jauh biasanya itu terjadi pandidikan non formal dan orang orang dewasa... namun sekarang terjadi di dunia oendisikan di mana proses pembelajaran di lakukan secara online. hal ini membuat guru harus memutar otak dengan sangat keras bagaimana cara menyampaikan materi pembeljaran dengan baik. apalagi seperti pembelajaran hitungan yang bagi sebagian sekolah siswa perlu di jelaskan yerkadang menggunakan bahasa yang mudah di mengerti. Kalaupun ada video pembelajaran orang lain yang mungkin bisa 'dipinjam' ini tentu belum negitu cocok dengan karakteristik siswa kita. untuk itu guru harus terus mau belajar dan nelajar agar kegiatan dapat tetap berlangsung dengan baik meaki di lakukan secara online... disinilah di oerlukan pembelajaran bermasis multimedia di butuhkan. penyampaian materi bisa di sajikan lebih menarik dan segala bentuk latihan dan unian juga bisa di lakukan.

Belajar mengatakan...

Dalam proses belajar di rumah, guru punya cara tersendiri dalam meningkatkan semangat belajar murid. Salah satunya dengan memberikan kalimat-kalimat motivasi yang membangun semangat murid untuk selalu siap memulai proses belajar di rumah setiap harinya.Dengan begitu, mereka setiap hari sebelum proses belajar dimulai, mereka sudah menunggu materi atau tugas pelajaran pada hari itu. Artinya, siswa sudah siap untuk melaksanakan sistem belajar dari rumah.

Novianti M mengatakan...

Alhamdulillaah saya ikut DJJ ini di gelombang 2 jadi kegiatan belajar dari rumah ini bukan lagi merupakan suatu wacana tapi mau tidak mau suka atau tidak suka harus dilakukan. Semua akhirnya bisa, bergerak berjuang , bangkit dalam kondisi pandemi ini tetap menjalankan pembelajaran bagi generasi penerus bangsa kita dari rumah. Regulasi semua dengan cepat dibuat dibentuk dibangun, dicari berbagai macam alternatif berbagai macam bentuk belajar dari rumah. Bagi yang infrastruktur internetnya belum terjangkau guru masyarakat pemerintah berjuang bahu membahu mencari solusi agar siswa belajar dari rumah, ada yang sampai memakai radio handie talke, megaphone, semua harus belajar dari jarak jauh.

Unknown mengatakan...

Kita terhenyak dengan peristiwa besar yang menyebabkan setiap orang harus tinggal di rumah sebagai upaya isolasi agar virus pandemik yang diberi nama Covid19 tidak menyebar lebih luas. pandemik tersebut telah memaksa tatanan sosial, politik dan ekonomi mengubah paradigmanya. adapatasi harus dilakukan masyarakat lokal dan global dalam bidang Pendidikan. Belajar Dari Rumah (BDR) bukan hal yang mudah, Pada bulan pertama , kedua dan ketiga guru, orang tua dan siswa mengalami kesulitan. Guru dan orang tua kebingungan bagaimana caranya mengajar anak di rumah, terutama di bulan pertama kedua dan ketiga Ketika puasa Ramadhan.
Banyak peserta didik kebingungan apa yang harus dilakukan karena instruksi sangat singkat dan seakan-akan semua instruksi adalah tes. Praktek seperti ini membuat peserta didik stress. Itu semua karena pembelajaran tersebut tidak dirancang untuk fungsi pembelajaran berjarak.
Mengajar dari rumah bukan sekedar mengirimkan tugas untuk dikerjakan dan dikirimkan kepada guru, mengajar dari rumah adalah membantu siswa agar belajar mandiri melalui sajian pelajaran yang dirancang untuk belajar berjarak. tidak masalah ketika guru ada di tmpat “X” dan peserta didik berada di tempat “Y” yang jaraknya bisa sangat jauh. Pada konsep ini guru tetap mengajar dan peserta didik tetap belajar.
pola Pendidikan Belajar di rumah dalam artian bagaimana caranya mengedepankan anak-anak memiliki lebih banyak kebebasan, tanggung jawab dan kehendak untuk belajar mandiri. Pola Pendidikan yang mengarahkan agar anak-anak memiliki target belajar sendiri dan dapat mengendalikan dirinya mencapai suskes belajarnya. Melalui pola tersebut diharapkan anak-anak dapat menjadi independent learners dan long life learners sehingga tidak terpengaruh dengan krisis seperti distancing. Apabila anak-anak sudah memiliki sikap seperti itu maka kehadiran guru tidak menjadi syarat begi mereka untuk belajar, guru hanya bertugas sebagai fasilitator.
Perubahan dari tatap muka ke jarak jauh tidak bisa menggunakan pedagogi tatap muka melainkan harus menggunakan pedagogi pembelajaan jarak jauh. Langkah pertama yang harus kita lakukan dalah mengenalkan distance education dan jenis-jenisnya. Selanjutnya kita belajar merancangnya, tidak ada pilihan lain kecuali kita mau memulainya pelatihan distance education tidak perlu menunggu dari pemerintah

Asmariza mengatakan...

Istilah belajar dari rumah merupakan hal yang sekarang dicanangkan oleh pemerintah dalam dunia pendidikan. Hal ini disebabkan karena adanya kondisi dimana semua harus dilakukan dari rumah. Pandemi atau wabah virus Covid-19 yang sangat mengkhawatirkan membuat dunia pendidikan melakukan hal yang jarang dilakukan. Seama saya mengajar 16 tahun terakhir baru kali ini melakukan pembelajaran dengan cara dilkukan dari rumah. Dengan kondisi ini saya merasakan adanya tuntutan yang berbeda dari biasanya. Jika pembelajarean di lakukan dari rumah tentunya guru harus berfikir keras bagaimana proses belajar mengjajar tetap terlaksana namun tidak dilukan secara tatap muka langsung. Akibat dari pandemi ini banyak bidang yang harus berfikir ulang agar tetap terlaksan dan bertahan, semua di lakukan dengan cara tidk bertatap muka secara langsung, namun dilakukan secara online atau tidak bertatap muka. Pada massa ini sekolah dari tingkat Psendidikan sekolah dini, Taman Kanak kana, Sekolah Dasar, Sekolah Mengah Pertama sampai Sekolah Atas, kampus kampus di tutup, guna mengindari tersebar nya virus yang sangat mudah menular ini. Semua dilakukan dari rumah. Sehingga timbul istilah Stay at home. Awal diumumkan nya sekolah ditutup oleh pemerintah kami selaku pelaku dunia pendidikan mengira hal ini akan berlangsung sementara, sehingga proses belajar mengajar dilakukan apa adanya, karena merasa belum siap berharap kondisi ini tidak berlangsung lama. Disini tentu semua pihak mengalami kesulitan baik bdari siswa, guru ataupun orang tua. Ternyata kondisi ini di umumkan terus di perpanjang karena melihat kasus yang terkena wabah semakin meningkat. Hal ini tentu membuat dunia pendidikan juga harus melakukanproses belajar dari rumah. Guru semakin harus memutar otak bagaimana cara proses belajar tetap berlangsung, bagaiman proses nilai dari siswa harus tetap di dapatkan sebagai hasil belajarnya. Begitu juga denga orang tua yang lebih mengalami kesulitan juga, saya selaku orang tua sekaligus guru juga merasa sulit, disisi lain harus menjadi guru bagi siswa nya dan juga harus menjadi tutor dan guru juga untuk anak nya. Terkadang sering saya harus berkomunikasi dengan guru dari anak saya bagaimana mengajarkan suatu materi tertentu agar mudah di fahami, karena tingkat mengajar di sekolah yang berbeda. Orang tua lain yang pernah juga saya dengar keluhanya, bahwa dia tidak memahami materi yang di ajarkan, karena ternyata anaknya lebihdari satu orang. Dengan kondisi pandemi yang belum urung membaik sertabBanyak nya keluhan yang datang membuat pemerintah harus juga berfikir solusinya.
Belajar dari Rumah (BDR) tetap bisa dilakukan dengan baik sehingga memperoleh hasil yang baik juga, jika dilakukan dengan sungguh sungguh dan guru mau melakukan perubahan. Segera menyadari kondisi yang ada dengan semangat dan niat bisa belajar dan belajar bagaimana melakukan pembelajaran dari rumah yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan.

Yuniar mengatakan...

Belajar dari rumah ditengah pandemic covid-19 memang awalnya membuat guru dan siswa kelimpungan karena terpaksa keadaan dan belum terbiasa.akan tetapi seperti yang bapak katakan dalam artikel belajar dari rumah sebagai salah satu alternatifnya adalah home scooling yang aout putnya sama dengan sekolah yang reguler (fully offline class) yang mungkin sebagian masyarakat menganggap out put dari home scooling dibawah sekolah reguler, tetapi sekarang pandangan itu sekarang berubah dengan adanya pola belajar dari rumah sekarang ini.ditambah sudah terbukti bahwa yang belajar home scooling bisa bersaing dengan sekolah reguler dalam mencari peluang kerja.berlajar dari rumah tetap harus diarahkan guru secara online yang berperan sebagai tutor dan fasilitator dan memang antara guru dan orang tua harus bekerjasma supaya tujuan pembelajaran tercapai.

Unknown mengatakan...

sejak merebaknya kasus pandemi corona virus kita dikenalkan dengan istilah kebiasaan baru di dunia pendidikan yaitu sistem pembelajaran dari rumah baik secara daring maupun luring. Pada awalnya kita dibuat kelimpungan dengan kebiasaan baru ini karena ketidaksiapan kita menghadapi kondisi yang mendadak dalam menghadapi sistem pembelajaran ini.Tapi lambat laun kita sudah mulai terbiasa, walau sampe sekarang masih banyak kendala dalam proses pembelajaran daring ini baik dari segi keterampilan dan pengetahuan guru dalam bidang IT, sarana prasarana penunjang dalam proses pembelajaran dari rumah, kuota, signal. Tapi saya yakin lambat laun kita semua akan terbiasa dengan kebiasaan baru ini. Tentunya dengan kreativitas dan inovasi para guru dalam memilih strategi dan media pembelajaran yang epektif mampu mengurangi keluh kesah para peserta didik dan para orang tua dalam menghadapi kebiasaan baru belajar dari rumah.

komarudin mengatakan...

Belajar dari rumah menjadi pilihan terbaik saat ini baik dengan daring (dalam jaringan ) maupun luring (luar jaringan). Meskipun di masa pandemi covid-19 sekarang kesehatan dan keselamatan siswa menjadi prioritas utama, namun pendidikan anak-anak tidak serta merta harus dikesampngkan dan abaikan. Pendidikan anak harus berlansung jika kita tidak menginginkan terjadinya lost next generation. Tugas pemangku pendidikan dan masyarakatlah yang harus meramu dan maracik format belajar dari rumah dengan baik untuk mendapatkan hasil yang terbaik buat anak-anak.

emy awalliah mengatakan...

Pada era pandeni covid-19 ini, dunia pendidikan juga mengalami perubahan
Dari pembeajaran yang biasanya para siswa dan guru bertemu dalam sebuah ruang kelas pada jadwal tertentu (regular) menjadi pembelajaran yang terjadi kapan saja dan dimana saja (irregular). Dari pembelajaran yang guru adalah sumber utama pembelajaran menjadi pembelajaran dengan beragam sumber belajar. Dan dari “siswa mendapat pelajaran dari guru (directed)” menjadi “siswa belajar mandiri” (self-directed).
Sehingga popular disebut juga “belajar dari rumah”
Kendala dan tantangan pasti ada, baik dari semangat maupun dari sarana dan prasarana yang diperlukan. Jika biasanya hanya perlu alat tulis, buku pelajaran dan papan tulis, kini guru harus bisa mengatur strategi lain sebagai pengganti media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi, maupun sebagai penerima informasi. Disini lah peran teknologi informasi sangat diperlukan. Mau tidak mau guru harus belajar menyiapkan media pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menarik agar siswa bersemangat dalam belajar mandiri nya. Siswa juga harus belajar teknologi agar ilmu yang disampaikan melalui media yang disiapkan guru dapat diterima dengan baik oleh murid

SEPTIDEWI BIOLOGI mengatakan...

Penduduk dunia dengan datangnya Virus Covid 19 menjadi pukulan berat untuk semuanya. Munculnya pandemi ini tanpa diduga. Pandemi Covid 19 memberikan banyak pelajaran bagi seluruh warga dunia. Saat ini, tiap orang melakukan usaha terbaik demi menghindari risiko terinfeksi COVID-19. Pandemi virus corona di seluruh dunia menghajar berbagai sektor dengan keras dan gegas. Hingga pekan pertama April 2020, lebih dari 96.000 orang tewas akibat virus ini. Beberapa negara memutuskan untuk mengunci total negara mereka dan mengakibatkan kegiatan perekonomian berhenti.
Selain sektor ekonomi, berbagai sektor lain juga terkena dampaknya, Bagi kaum miskin, pandemi virus corona ini seperti dua mata pisau, tidak bekerja akan membuat mereka kelaparan, sedangkan pergi bekerja akan menyebabkan mereka tertular. Begitu juga sektor pendidikan. Hal ini menyebabkan pengambil kebijakan di bidang pendidikan mencari solusi agar proses pendidikan tetap berjalan walaupun di rumah.
Awalnya pendidikan dari rumah merepotkan semua pihak baik dari guru, siswa maupun orang tua, Pada bulan pertama guru, orang tua dan siswa mengalami kesulitan. Guru dan orang tua kebingungan bagaimana caranya mengajar anak di rumah. Pada bulan kedua malah tidak lebih baik karena intensitas belajar anak-anak malah menurun karena guru, orang tua dan siswa menghindari stress. Guru dan orang tua menjadi permisif. Pada bulan ketiga belajar di rumah yang kebetulan juga bersamaan dengan bulan Ramadhan. Rasanya suasana belajar di rumah semakin tidak kondusip.
Pandemi ini menuntut terjadinya pembelajaran berjarak, tidak lagi pembelajaran dengan tatap muka (face to face). Pembeajaran yang biasanya para siswa dan guru bertemu dalam sebuah ruang kelas pada jadwal tertentu (regular) menjadi pembelajaran yang terjadi kapan saja dan dimana saja (irregular). Guru yang menjadi sumber utama juga akan berubah dengan berubahnya menjadi pembelajaran berjarak menjadikan beragam sumber belajar. Dan dari “siswa mendapat pelajaran dari guru (directed)” menjadi “siswa belajar mandiri” (self-directed). Pembelajaran berjarak menjadikan anak-anak memiliki target belajar sendiri dan dapat mengendalikan dirinya mencapai suskes belajarnya.

SEPTIDEWI BIOLOGI mengatakan...

Penduduk dunia dengan datangnya Virus Covid 19 menjadi pukulan berat untuk semuanya. Munculnya pandemi ini tanpa diduga. Pandemi Covid 19 memberikan banyak pelajaran bagi seluruh warga dunia. Saat ini, tiap orang melakukan usaha terbaik demi menghindari risiko terinfeksi COVID-19. Pandemi virus corona di seluruh dunia menghajar berbagai sektor dengan keras dan gegas. Hingga pekan pertama April 2020, lebih dari 96.000 orang tewas akibat virus ini. Beberapa negara memutuskan untuk mengunci total negara mereka dan mengakibatkan kegiatan perekonomian berhenti.
Selain sektor ekonomi, berbagai sektor lain juga terkena dampaknya, Bagi kaum miskin, pandemi virus corona ini seperti dua mata pisau, tidak bekerja akan membuat mereka kelaparan, sedangkan pergi bekerja akan menyebabkan mereka tertular. Begitu juga sektor pendidikan. Hal ini menyebabkan pengambil kebijakan di bidang pendidikan mencari solusi agar proses pendidikan tetap berjalan walaupun di rumah.
Awalnya pendidikan dari rumah merepotkan semua pihak baik dari guru, siswa maupun orang tua, Pada bulan pertama guru, orang tua dan siswa mengalami kesulitan. Guru dan orang tua kebingungan bagaimana caranya mengajar anak di rumah. Pada bulan kedua malah tidak lebih baik karena intensitas belajar anak-anak malah menurun karena guru, orang tua dan siswa menghindari stress. Guru dan orang tua menjadi permisif. Pada bulan ketiga belajar di rumah yang kebetulan juga bersamaan dengan bulan Ramadhan. Rasanya suasana belajar di rumah semakin tidak kondusip.
Pandemi ini menuntut terjadinya pembelajaran berjarak, tidak lagi pembelajaran dengan tatap muka (face to face). Pembeajaran yang biasanya para siswa dan guru bertemu dalam sebuah ruang kelas pada jadwal tertentu (regular) menjadi pembelajaran yang terjadi kapan saja dan dimana saja (irregular). Guru yang menjadi sumber utama juga akan berubah dengan berubahnya menjadi pembelajaran berjarak menjadikan beragam sumber belajar. Dan dari “siswa mendapat pelajaran dari guru (directed)” menjadi “siswa belajar mandiri” (self-directed). Pembelajaran berjarak menjadikan anak-anak memiliki target belajar sendiri dan dapat mengendalikan dirinya mencapai suskes belajarnya.

Titi A Rasyid mengatakan...

Benar sekali yang dikatakan oleh Pak Asip. Kita semua terenyah, kaget dan bingung dengan peristiwa pandemi covid 19 ini. Termasuk saya. saya tidak pernah berpikir akan mengalami wabah covid 19 yang imbasnya kemana-kemana.
Penerapkan social distancing atau jaga jarak pada setiap kegiatan menjadi topik sehari-hari. Bukan hanya sekolah, pasar, perkantoran bahkan tempat ibadah pun harus mengikuti protokol kesehatan.
Belajar dari rumah, terdengar biasa saja sebelum wabah covid 19. Pun setelah pemerintah menetapkan PJJ pada awal covid 19 masih terdengar biasa. Peserta didik dan Guru masih menikmati dengan santai kegiatan belajar dari rumah. Namun menjadi masalah ketika kegiatan belajar di rumah berlangsung lebih lama dari perkiraan. Apalagi perpanjangan PJJ tahap 2. Peserta didik sudah mulai jenuh, orang tua kewalahan, guru juga mengalami hal serupa.
Menurut beberapa penelitian, PJJ menimbulkan tingkat stres yang tinggi bagi siswa. Bahkan sampai ada yang bunuh diri. Hasil belajar pun mengalami penurunan.
Belajar dari rumah menjadi tantangan sendiri bagi guru. Kemampuan guru mengelola kelas dari rumah diuji . Metode dan media pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan psikologi peserta didik agar belajar jadi menyenangkan. Apalagi peserta didik sekarang adalah kaum milenial yang dekat dekat teknologi.
Teknologi membuat sesuatu jadi lebih cepat, praktis, indah dan menyenangkan . Kaum milenial ini ingin kegiatan belajar disajikan dengan hal yang menarik. Pembuatan video, penggunaan aplikasi google classroom, zoom meeting, Kaizala, Youtube, quizizz , WA, telegram dan lain sebagainyaa dalah contoh penggunaan teknologi digita yang dibutuhkan sekarangl. ini jadi tuntutan seorang guru pada saat sekarang.
kondisi pandemi ini dapat juga dijadikan moment untuk pengembangan diri seorang. Mengikuti berbagai kegiatan workshop dan pelatihan online menjadi kebutuhan. Agar guru dapat mengikuti era digital 4,0 yang dekat peserta didik kita yaitu generasi milenial.

Unknown mengatakan...

Belajar dr rumah, belajar berjarak menjadi suatu hal yg tidak bs kita hindari lagi saat situasi pandemi seperti ini.Memanfaatkan kecanggihan teknologi menjadi suatu hal yg penting dilakukan untuk menfasilitasi pembelajaran tersebut, setiap guru dituntut untuk dpt memberikan pembelajaran berjarak dg standar minimal baik, sesuai dg tata cara yg benar agar kesan sulit bagi peserta didik tdk lg terlihat jika pembelajaran dikemas dg menarik. Hal yg perlu kita lakukan adalah dg memulainya saja dlu, karena dg memulai pembelajaran berjarak ini minimal kita sdh melalui fase penting untuk membuat kebiasaan baik yg berkelanjutan nantinya.

Febrilda Zahra mengatakan...

Pemerintah melakukan pembatasan fisik (physical distancing) dan meminta anak-anak belajar dari rumah di tengah wabah pandemi corona. Langkah tersebut diambil untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona di Indonesia.
Namun, dalam pelaksanaan belajar dari rumah saat ini tak jarang menyisakan masalah. Banyak orangtua yang kerepotan karena banyaknya tugas yang diberikan oleh sekolah. Ada salah penafsiran orangtua peserta didik dan bahkan guru mengenai “belajar di rumah selama masa pandemi corona. Pihak sekolah terkesan hanya memindahkan proses pembelajaran dari kelas ke rumah. Materi dan tugas diberikan melalui daring atau secara online, melalui berbagai platform yang disediakan pemerintah maupun swasta. Permasalahan kuota internet juga menjadi momok bagi guru dan siswa. Akhirnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan program Belajar dari Rumah lewat TVRI untuk menjangkau daerah-daerah yang terbatas internet.
Konsep pembelajaran yang tak berfokus pada akademik atau kognitif itu sesuai dengan model penilaian yang akan menggantikan ujian nasional (UN), yaitu Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter. Menurut Harris :Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter lebih menitikberatkan pada penalaran dan bukan capaian pemahaman materi mata pelajaran. Mengenai pembelajaran daring di rumah. "Jangan terlalu berfokus pada aspek akademik, tapi ada penekanan pada life skill, karakter, dan sebagainya. Menurut Praptono, kurangnya persiapan guru dalam menghadapi sistem pembelajaran daring (online) menjadi salah satu faktor hambatan dalam pembelajaran di rumah. Namun, ia mengakui hal ini bisa menjadi peluang bagi guru untuk mengembangkan diri. "Ini suatu hal yang mendadak, di mana guru dipaksa melakukan pembelajaran online yang sebelumnya tidak pernah dipersiapkan oleh guru. Ini menjadi peluang bahwa masa pandemik Covid-19 menjadi momen bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang selama ini diharapkan. Ujian Nasional (UN) tahun 2020 ditiadakan. Hal itu berarti, bahwa keikutsertaan UN tidak menjadi syarat kelulusan dan seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Terkait pembelajaran dari rumah, bahwa tugas dan aktivitas anak dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah. Untuk hasil dari aktivitas belajar dari rumah itu guru memberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna, tanpa diharuskan memberi skor/ nilai kuantitatif.

Unknown mengatakan...

Alhamdulillaah saya ikut DJJ ini di gelombang 2 jadi kegiatan belajar dari rumah ini bukan lagi merupakan suatu wacana tapi mau tidak mau suka atau tidak suka harus dilakukan. Semua akhirnya bisa, bergerak berjuang , bangkit dalam kondisi pandemi ini tetap menjalankan pembelajaran bagi generasi penerus bangsa kita dari rumah. Regulasi semua dengan cepat dibuat dibentuk dibangun, dicari berbagai macam alternatif berbagai macam bentuk belajar dari rumah. Bagi yang infrastruktur internetnya belum terjangkau guru masyarakat pemerintah berjuang bahu membahu mencari solusi agar siswa belajar dari rumah, ada yang sampai memakai radio handie talke, megaphone, semua harus belajar dari jarak jauh.

Posting Komentar

Ipsum

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.

Dolor

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.