BELAJAR DARI RUMAH
Kamis, 09 Juli 2020
Oleh Asip Suryadi
Belajar berjarak
bagi banyak guru dan orang tua bukan hal yang biasa sebelumnya. Sesuatu yang
baru, namun “tidak bisa dihindari” sekarang ini. Orang tua lebih sering
beranggapan: Kalau mau belajar, ya di sekolah. Guru juga beranggapan: Kalau mau
belajar datang kepadaku. Malah banyak guru yang masih merpendapat bahwa, “Kalau
tidak saya jelaskan anak-anak tidak mengerti”. Persepsi ini sudah berlangsung
turun-temurun sejak nenek moyang. Mungkin menjadi sebuah keyakinan. Bagaiman
keyakinan ini dapat diubah?
PENDIDIKAN JARAK JAUH
Oleh Asip Suryadi
Guru inspiratif, di artikle sebelumnya saya sudah menyodorkan kepada Anda alternatif pola pendidikan dan pembelajaran dalam mengantisipasi disrupsi yang telah dan akan mengubah pola kebijakan dan praktek pendidikan dan pembelajaran. Berikutnya mari kita diskusi mengenai definisi pendidikan jarak jauh. Saya sengaja membaca beberapa buku lama mengenai konsep pendidikan jarak jauh untuk mengambarkan bahwa konsep pendidikan jarak jauh bukan konsep baru. Karena sifatnya teoretis, mungkin artikel agak membosankan. Tapi saya pikir konsep ini penting untuk dipahami agar kita memiliki landasan untuk mengembangkannya.
Pendidikan terbuka jarak jauh adalah sebuah pendekatan alternatif dimana peserta didik dan guru tidak bertemu muka dalam arti fisik. Pendektan ini merupakan solusi untuk menaggulangi keterbatasn geografis, waktu dan biaya yang terjadi pada pendidikan dengan pendekatan tatap muka.Pendekatan pendidikan ini bukan konsep baru. Sejarah pertama penyelenggaraan pendidikan jarak jauh terjadi di era 1800 ketika pertama kali Universitas Choicago menyelenggarakan sebuah pendidikan dimana peserta didik dan guru berada di tempat yang berbeda menggunakan media korespondensi.
Para ahli di bidang pendidikan jarak jauh mengkaji pendidikan jarak jauh dari perspektif yang berbeda. B¨orje Holmberg, Charles A. Wedemeyer, dan Michael G. Moore mendefinisikan pendidikan jarak jauh lebih banyak dari sisi proses sedangkan Desmond Keegan, Otto Peters, Randy Garrison, dan John Anderson mengkajinya dari sisi pengorganisasiannya.
Holmberg (2008) menjelaskan bahwa pendidikan jarak jauh dicirikan dengan adanya keterpisahan antara guru/instruktur dengan peserta didik dan adanya penggunaan satu atau lebih media sebagai alat untuk menyatukannya. Media yang digunakan bisa tulisan tangan, cetakan, rekaman audio, TV, video, telepon, teleconference, web cam, video conference, e-mail dan jejaring sosial berbasis internet.
Keegan dalam Verduin dan Klark (1991) menjelaskan bahwa sebuah pendidikan jarak jauh memiliki 4 elemen yang menjadi karakter dari pendidikan jarak jauh. Keempat karakter yang dimaksud yaitu:
a. Adanya keterpisahan antara guru dengan peserta didik pada sebagian besar proses pembelajaran.
b. Peran lembaga pendidikan termasuk didalamnya perangkat evaluasi.
c. Peran media untuk menyatukan guru dan peserta didik sert.
d. Perangkat untuk menyelenggarakan two-way communication antara guru, tutor, atau agen pendidikan dengan perserta belajar.
Menurut Verduin dan Clark elemen pertama dari definisi tersebut menjelaskan bahwa sebuah pendidikan dapat disebut pendidikan jarak jauh apabila lebih dari setengah proses pembelajarannya dilakukan secara asynchronous. Elemen kedua memuat gambaran pentingnya organisasi, evaluasi dan komponen kelembagaan lainnya. Elemen ketiga menggambarkan peran media untuk menyatukan hubungan antara guru dengan peserta didik; dan elemen keempat menggambarkan pentingnya komunikasi dua arah antara guru/tutor/fasilitator dengan peserta didik. Terkait dengan harus adanya komuniasi dua arah Hillary Perraton memberikan batasan bahwa sebuah proses pendidikan dapat dikatanan pendidikan jarak jauh apabila mayoritas proses pembelajaran diselenggarakan secara asynchronous.
Perraton (1993) mejelaskan bahwa dalam definisi-definisi tersebut digambarkan adanya karakter industrialisasi pada pendidikan jarak jauh. Hal ini memang menjadi salah satu isu terkait dengan pendidikan jarak jauh yang sering diangkat oleh para ahli terutama di Amerika seperti Keegan, Peters, Garrison dan Anderson. Pendidikan jarak jauh memang diselenggarakan dengan tujuan pragmatis untuk efesiensi dan efektifitas proses dan hasil pendidikan. Salah satunya untuk menjangkau peserta didik yang tidak memungkinkan untuk belajar dengan cara tatap muka dalam jumlah yang banyak dengan biaya pendidikan minimal.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yang dimaksud dengan pendidikan jarak jauh (PJJ) adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lainny. Soekartawi (2006) mengelaborasi pernyataan undang-undang tersebut dengan memberikan ciri yang spesifik dari pendidikan jarak seperti berikut:
a. Kegiatan belajar terpisah dengan kegiatan pembelajaran. Selama proses belajar peserta didik dan guru terpisahkan oleh tempat, jarak geografis dan waktu atau kombinasi dari ketiganya.
b. Karena peserta didik dan guru terpisah selama pembelajaran, maka komunikasi diatara keduanya dibantu dengan media pembelajaran, baik media cetak (bahan ajar berupa modul) maupun media elektronik (CD-ROM, VCD, telepon, radio, video, televisi, komputer).
c. Jasa pelayanan disediakan baik untuk peserta didik maupun untuk guru, misalnya resource learning center atau pusat sumber belajar, bahan ajar, infrastruktur pembelajaran, dsbnya). Dengan demikian baik peserta didik maupun guru tidak harus mengusahakan sendiri keperluan dalam proses belajar-mengajar.
d. Komunikasi antara peserta didik dan guru bisa dilakukan baik melalui cara komunikasi satu maupun dua arah (two-ways communication). Contoh komunikasi dua arah ini, misalnya teleconferencing, videoconferencing, emoderating, dsb-nya).
e. Poroses belajar-mengajar di PJJ masih dimungkinkan dengan melakukan pertemuan tatap muka (tutorial), walaupun itu bukan suatu keharusan.
f. Selama kegiatan belajar, peserta didik cenderung membentuk kelompok belajar, walaupun sifatnya tidak tetap dan tidak wajib. Kegiatan berkelompok diperlukan untuk memudahkan peserta didik belajar.
Miarso (2007) menyatakan bahwa istilah pendidikan terbuka (open education) merupakan istilah umum (generic). Istilah ini menggambarkan sebuah konsep pendidikan terbuka dan sepanjang hayat. Menurtu Edward yang dikutip Dabbagh (2005), pembelajaran terbuka merupakan pendekatan baru yang menekankan kepada peralihan dari kurikulum yang telah dipatok kepada belajar yang bersifat kehendak dan kebutuhan individual melalui penciptaan fasilitas agar peserta didik dapat belajar dalam konteks sekarang dan disini. Prinsip kunci dari pmebelajaran terbuka menurut The California State University Center for Distributed Learning yang dukutip Dabbagh adalah pembelajaran yang terpusat pada peserta didik, menitikberatkan kepada proses balajar dari pada mengajar. Selain itu pembelajaran terbuka menyediakan keleluasaan kepada peserta didik untuk menentukan tujuan belajar sendiri.
Konsep pendidikan ini berbeda dengen konsep pendidikan formal konvensional dimana peserta didik harus mengikuti program pembelajaran dengan kurikulum tertentu, pada kurun waktu tertentu, jadwal tertentu dan di tempat tertentu, tidak terikat dengan persyaratan dan target maupun kualifikasi akademis seperti itu.
Dalam prakteknya pendidikan terbuka dapat diselenggarakan secara formal maupun non formal. Contoh pendidikan terbuka formal di Indonesia adalah program SMP terbuka. Program ini memfasilitasi anak-anak usia sekolah unutk belajar tanpa harus datang ke sekolah di waktu tertentu meskipun harus mencapai target tertentu untuk sertifikasi (ijazah). Contoh lain dari pendidikan terbuka adalah Universitas Terbuka yang telah diselenggarakan hampir setengah abad di negeri ini dan pelatihan jarak jauh bagi pegawai atau karyawan, kursus terbuka, konferensi, workshop dan sejenisnya.
Contoh pendidikan terbuka nonformal adalah program-program pendidikan di TV, radio, media masa cetak dan media masa elektronik lainnya seperti tayangan film kartun untuk anak usia dini, ceramah agama, kolom tertetnu di majalah dan koran, sampai informasi ilmu pengetahuan yang dimuat di internet seperti knowledge networks, knowledge portals, asynchronous learning networks, virtual classrooms, dan telelearning. Melalui media tersebut setiap orang dapat belajar kapan saja, dimana saja dan benar-benar bebas dari target tertentu.
Istilah distance education (pendidikan jarak jauh) merupakan istilah yang mengandung konsep lebih spesifik. Menurut Miarso, (2007) semua pendidikan jarak jauh adalah pendidikan terbuka namun tidak sebaliknya. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan terbuka yang terstruktur dan ketat karena harus mengikuti program yang telah dirancang. Jadi pendidikan jarak jauh adalah pendidikan terbuka yang bersifat formal.
Distance education (pendidikan jarak jauh), distance teaching (pembelajaran jarak jauh) dan distance learning (belajar jarak jauh) sering kali digunakan secara bergantian (interchangeable). Keegan (1991) membedakan ketiga istilah tersebut sebagai berikut. Distance Teaching menggambarkan proses pembelajaran menggunakan bahan ajar mandiri yang dapat digunakan oleh lembaga pendidikan untuk memberikan pelajaran dari jauh. Dengan perkataan lain istilah distance teaching menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh guru. Distance Learning lebih banyak menekankan pada proses belajar. Istilah ini menggambarkan penekanan pada bantuan-bantuan yang perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka belajar dan dapat memahami isi pelajarannya. Istilah Distance Education merupakan perpaduan istilah Distance Teaching dan Distance Learning (Verduin & Clark, 1991).
Dalam praktek komunikasi belajar jarak jauh dikenal istilah syncheonous (bersaman waktu) dan asynchronous (berbeda waktu). Istilah ini menunjukkan hubungan antara narasumber/turor/guru dengan peserta didik. Pembelajaran dapat terjadi secara synchronous, yaitu pertemuan antara sumber/turor/guru dengan peseta didik pada waktu yang bersamaan seperti kegiatan tatap muka, melalui telepon, chating melalui jejaring sosial atau teleconference melalui audio/video online. Kegiatan asynchronous dilakukan dalam bentuk belajar mandiri melalui membaca, tutorial melalui media cetak (modul), e-mail, video on dimand (VOD), diskusi online, simulasi onlne, online game dan sebagianya. Jadi istilah synchronous dan asynchronous menggambarkan bentuk komunkasi antara peserta didik dengan tutor/narasumber/guru dalam pendidikan jarak jauh. Dalam open learning baik asynchronous maupun synchronous merupakan pembelajaran yang tidak terjadwal.
Distributed earning memiliki konsep yang serupa dengan belajar jarak jauh namun istilah ini menggambarkan karakter dari media dan bentuk kegiatan balajarnya. Distributed earning didefinisikan sebagai sebuah model instruksional yang melibatkan berbagai macam teknologi seperti video/audio conferencing, penyiaran via satelit dan web-base untuk membantu peserta didik belajar dengan mudah kapan saja dan dimana saja. Raiser dan Dempsey (2007) menjelaskan bahwa karekter distributed learning adalah penggunaan beragam bentuk peralatan yang menyebabkan peserta didik dapat belajar dalam berbagai bentuk.
Menurut Knowledge yang dikutip Dabbagh (2005), distributed learning adalah konsep yang menggambarkan pendidikan yang disampaikan kapan saja, dimana saja, di tempat beragam, menggunakan satu atau lebih jenis teknologi. Dabbagh menambahkan bahwa dalam konteks perkembangan teknologi IT, distributed learning menggambarkan sebuah wahana pembelajaran (learning environment) dimana peserta didik menyelesaikan program pendidikan di rumah atau di kantor dengan cara berkomuniaksi dengan penyelenggara dan peserta didik lain melalui e-mail, forum elektronik, videoconference, media komouter lainnya serta web-based teknologi lainnya. Dalam model pendidikan ini peserta didik dapat menentukan arah dan jadwal belajar menurut kebutuhan sendiri.
Berdasarkan perspektif pedagogi, menurut Dabbagh distributed learning "…result in diffuse of cognition-where what is know lies in the interaction between individual and artifact, such as computer and other technologycal devices." (terjadinya proses penyerapan pengetahuan kedalam pikiran dimana pengetahuan yang diserap terletak pada proses interaksi antara individu dengan media) (Dabbagh, 2005: 30). Dalam konsep ini sumber belajar menyebar dalam media berteknologi yang dapat diperoleh kapan saja, dimana saja tanpa terikat dengan jadwal melalui proses interaksi antara individu dengan media. Contohnya perkuliahan terbuka, pelatihan terbuka, seminar online dan sejenisnya.
Pendidikan jarak jauh merupakan kebalikan dari pendidikan dengan pola tatap muka. Bates menggambarkan kontinum pendidikan tatap muka menuju pendidikan jarak jauh seperti pada skema berikut (Bates, 2015).
Pada skema di samping digambarkan pendekatan pendidikan dari tatap muka sampai jarak jauh beserta teknologi penyertanya. Diantara pendekatan tatap muka dan jarak jauh ada pendekatan blended (campuran tatap muka dan jarak jauh). Pada pendekatan tersebut digunakan beragam teknologi dari korespondensi sampai internet. Pada konteks teknologi Bates menggunakan konsep ditributed learning untuk pendidikan jarak jauh menggunakan internet.
Dari segi metode pendidikan dimulai dari non-e-learning hingga e-learning seluruhnya. Dalam perubahan tersebut terjadi juga perubahan bentuk komunikasi antara guru-peserta didik dari pembelajaran tatap muka pada non-online learning hingga pendidikan jarak jauh pada e-learning. Sementara itu sifat sumber belajar berubah ke arah distributred learning.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan jarak jauh adalah sebuah bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dimana guru dan peserta didik berada di tempat berbeda dan sebagian besar penyelenggarakan komunikasi edukatif dilakukan secara tidak tatap muka menggunakan teknologi informasi dalam berbagai bentuk dengan tujuan agar pembelajaran dapat dijangkau oleh peserta didik lebih leluasa (fleksibel) dari segi waktu, empat dan biaya. Dalam konsep tersebut terdapat empat aspek yang membangun pendidikan jarak jauh yaitu konsep pendidikan terbuka jarak jauh, organisasi pembelajaran, media pembelajaran dan pedagogi pembeljaran jarak jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, A. W. (Tony). (2015). Teaching in a Digital Age Guideline for Designing Teaching and Learning. In Teaching in a digital age. Tony Bates Associates LTD. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Dabbagh, N. (2005). Pedagogical Models for E-Learng: inA Theory-Based Design Framework. International Journal of Technology in Teaching and Learning, 1(1), 25–44. http://www.sicet.org/journals/ijttl/issue0501/DabbaghVol1.Iss1.pp25-44.pdf
Holmberg, et al. (2008). The evolution, principles and practices of distance education. In Distance Education. http://www.mde.uni-oldenburg.de/download/asfvolume11_eBook.pdf
Miarso, Y. (2007). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group.
Peratton, H. (1993). Context. In H. Perraton (Ed.), Distance Education for Teacher Training (p. 4). Routledge. http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933
Soekartawi. (2006). Blended e-Learning: Alternatif Model Pembelajaran Jarak Jauh di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006), A-93-A-100.
Verduin, J. R., & Clark, T. A. (1991). Distance Eduction: The Foundations of Effective Practices. Jossey-Bass Publisher.
Langganan:
Postingan (Atom)
Ipsum
Delete this widget in your dashboard. This is just an example.
Dolor
Delete this widget in your dashboard. This is just an example.