EKOSISTEM ONLINE LEARNING
Oleh Asip Suryadi
Guru inspriratif, dari segi lingkungan belajar (learning environment), apa bedanya pendidikan tatap muka dengan pendidikan jarak jauh? Apakah benar-benar beda? Atau tidka jauh berbeda?
Tentu ada kesamaan dan perbedaan. Komponen-komponen yang sama tentu saja tujuannya. Pada pola pendidikan tatap muka maupun jarak jauh, semua pendidikan bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik untuk belajar sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Materi kurikulum juga bisa sama. Selain itu nama metode yang digunakan bisa sama. Misalnya menggunakan metode diskusi, atau wawancara, atau observasi. Hanya saja teknis dan penyejian instruksinya berbeda. Banyak lagi komponen yang tidak ebrbeda pada kedua pola ini.
Yang berbeda adalah pada pola dan bentuk interaksi. Khususnya pada online learning, perbedaan pola dan bentuk interaksi selain disebabkan karena karakter interaksi yang berjarak (remote), beda tempat (different place), jeda waktu (paused); perbedaan interaksi disebabkan karena karakter teknologi komunikasi yang digunakan. Diantaranya, teknologi online memungkinkan pola interasksi yang lebih personal.
Mari kita lihat contoh sederhana interaksi online. Dua orang sahabat berada di tempat yang sama, berinteraksi menggunakan media sosial tanpa komunikasi verbal. Seakan mereka tidak berinteraksi sama sekali, padahal mereka sedang beriteraksi bersama 1000 atau lebih teman lainnya yang berada di tempat berbeda. Mereka dapat mengekspresikan apa saja melalui kata dan lambing-lambang “seperti emoticon” tanpa harus merasa jengah. Beda dengan komunikasi tatap muka yang kadang jengah karena orang yang diajak komunikasi ada di depan mata dan orang lain dapat mendengarkan juga.
Ketika teknologi online digunakan sebagai media dan sumber belajar, karakter komunikasi tersebut menenutkan karakterisitk belajar. Seperti diungkapkan bahwa teknologi online dapat menyebabkan orang berkomunikasi lebih personal. Maksudnya, selain online learning dapat dilakukan kapan saja, dimana saja dan dengan apa saja; peserta didik dapat belajar dengan gaya masing-masing. Misalnya, preferensi gaya orang belajar bisa cenderung auditory, visual atau kinesthetic; melalui online learning seseorang dapat memilih gaya yang sesuai dengan preferensinya. Orang yang preferensi gaya belajarnya auditory, dapat memilih media audio yang bertebaran di internet, orang yang preferensi gaya beajarnya visual dapat memilih sumber beajar visual yang juga bertebaran di internet. Demikian juga yang preferensi gaya belajarnya kinesthetic, dapat memilih aktifitasnya tidak dipegaruhi oleh guru dan orang lain. Sementara pada pendidikan tatap muka pembelajaran yang disajikan guru cenderung seragam.
Karateristik teknologi online berikutnya adalah dapat menghubungkan masyarakat dalam jumlah besar dengan tidak terhalang oleh dinding geografis, demografis, budaya, bahasa, bangsa dan agama. Orang yang memiliki kepentingan atau kesukaan tertentu dapat menyatukan diri dalam sebuah ruang tanpa batas. Hari ini, seorang ABG, dapat memiliki 1000 atau lebih teman di media sosial. Mereka bergabung karena memiliki kesukaan yang sama, atau karena kesamaan lainnya. Ini berarti bahwa teknologi online dapat membangun komunitas belajar yang sangat besar. Itu berarti bahwa karakter teknologi ini sangat potensial diberdayakan sebagai modus belajar.
Dalam teori belajar sosial ada istilah komunitas belajar (learning community). Sebuah komunitas yang didalamnya terdapat-orang-orang melakukan kegiatan saling belajar baik sengaja atau tidak sengaja. Sebuah sekolah, atau sebuah kelas regular merupakan sebuah learning community. POS YANDU, atau kelompok pengajian di mushalla juga bisa jadi sebuah learning community. Sejenis dengan itu, sebuah group di media sosial bisa jadi sebuah learning community.
Untuk kebutuhan pendidikan formal, media ini dapat dibuat dan digunakan untuk membangun learning community yang terstruktur. Medsos adalah dunia anak-anak millennial. Jadi kalau guru ingin mendekati mereka, gunakan medsos, kemudia sajikan pembelajaran menarik. Terlebih lagi kalau sudah dapat mengguakan learning management system (LMS). Melalui aplikasi tersebut guru dapat membangun sebuah komunitas belajar online yang terstruktur dan terarah.
Dalam kominitas belajar tersebut, kegiatan inti yang harus disajikan adalah interaksi. Jadi membangun komunitas belajar online adalah membangun sebuah wahan interkasi antara anggota komunitas agar terjadi proses saling belajar. Melalui interkasi tersebut diharapkan terjadi proses konstruksi pengetahuan dan keterampilan seperti yang dijelaskan dalam teori konstruktivisme sosial.
Mari kita melihat agak serius mengenai online learning sebagai sebuah learning community yang menyajikan proses interaksi. Moore dalam Anderson (2008: 58) menyebutkan tiga bentuk interaksi yaitu peserta didik-peserta didik, peserta didik-tutor/guru dan peserta didik-sumber belajar. Bentuk interaksi antara komponen-komponen yang dipolakan oleh Moore dapat digambarkan dalam skema berikut.
Skema interaksi di atas menggambarkan tiga komponen pada sistem yaitu peserta didik, guru/tutor dan sumber belajar (content) yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Sebagai sistem pembelajaran mandiri interaksi utama yang harus terjadi adalah antara peserta didik dengan sumber belajar. Sumber balajar memuat bahan ajar, kegiatan belajar dan tuntunan belajar mandiri sehingga peserta didik dapat melakukan proses belajar secara terbuka. Namun demikian proses contructing knowledge alamiahnya terjadi secara sosial dengan cara diskusi dan dialog dengan orang lain sehingga harus terjadi interaksi antara peserta didik dengan tutor dan antara peserta didik sendiri. Selain itu karena proses knowledge construction terjadi juga pada tutor maka tidak menutup kemungkinan juga terjadi interaksi antara tutor dengan tutor.
Interaksi antara tutor dengan sumber belajar terjadi ketika tutor meng-up-date sumber belajar. Ini merupakan kelebihan dalam pembelajaran online dimana sumber belajar dapat diperbaharui setiap saat. Bahkan terjadi interaksi antara sumber belajar itu sendiri. Bentuk interaksi ini misalnya ketika sebuah sotware memperbaharui sistemnya dan secara otomatis meminta aplikasi pada bahan ajar untuk meng-up-date sistemnya.
Anderson dan Gerison menambahkan 3 bentuk interaksi lain yaitu gugu-guru, guru-sumber belajar dan sumber belajar-sumber belajar. Pola interaksi tersebut dapat dilihat dalam skema beirkut.
Interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar terjadi dengan melibatkan lingkungan sekitar baik keluarga, teman sejawat, dan juga ada kontribusi dari fasilitas yang tersedia di tempat kerja. Ini memungkinkan peserta didik untuk belajar sosial skill, berkolaborasi dan membangun hubungan sosial dengan orang lain dalam proses knowledge construction. Perangkat umum yang digunakan termasuk CAL tutorial, drills, simulasi dan virtual lab, dimana peserta didik melengkapi simulasi melalui experimen dapat melakukan penelitian berkualitas.
Anderson menegaskan bahwa meskipun peserta didik belajar mandiri, dalam sistem ini mereka tidak sendirian. Teman sejawat di tempat kerja, teman lain dan anggota keluarga merupakan sumber signifikan yang memberi dukungan ketika melakukan belajar mandiri. Selain itu munculnya software untuk komunikasi sosial memberi peluang kepada peserta didik untuk bertemu dan membangun kelompok (study-buddy) yang mendukung terjadinya kegiatan kooperatif dan kolaboratif.
Berdasarkan teori di atas jelas digambarkan bahwa ketika kita membangun sebuah online learning sebagai sebuah sistem pembelajaran, itu berarti kita membangun sebuah learning community dimana setiap aanggota komunitas dapat saling belajar. Pada sistem tersebut semakin banyak interaksi yang disajikan maka akan semakin banyak kesempatan belajar. Intensitas iteraksi dapat diatur oleh pengembang sistem dengan mempertimbangkan karakter kurikulum dan karakter para anggota komunitas. Selain itu harus dipertimbangkan agar interaksi belajar disajikan agar menarik dan kontekstual.
Para guru inspiratif, kesmipulannya bahwa ketika kita membangun sebuah online learning maka sebenarnya kita membangun sebuah komunitas belajar (learning community). Dalam komunitas tersebut para anggota saling belajar bersama menggunakan teknologi online yang sangat memungkinkan untuk belajar optimal. Mereka dapat berinteraksi dengan semua komponen sistem kapan saja, dimana saja dan dengan kecepatan serta gaya masing-masing.
Buku referensi: Anderson, T. (2008). The Theory and Practice of Online Learing (Second Edi). Athabasca University.
KELAS NORMAL BARU
Oleh Asip Suryadi
Banyak isu terkait keberlangsungan program Pendidikan Nasional terkait dengan ekses Pandemi Covid 19. Ada yang mengusulkan tahun ajaran baru diundur. Ada juga yang mengusulkan lanjutkan seperti biasa. Orang tua seperti saya lebih memilih anak-anak tetap di rumah. Namun demikian Kemendikbud telah memutuskan sementara seperti yang dimuat di beberapa sumber berita, seperti Tribun Jogja misalnya, Kementerian menegaskan bahwa tahun ajaran baru 2020 / 2021 tetap akan dimulai pada 13 Juli 2020. Namun pengumuman tersebut tidak berarti bahwa siswa belajar di sekolah seperti biasa (Tribun Jogja)
Di beberapa media juga dikabarkan bahwa kebijakan di setiap daerah berbeda. Mislanya saja Dinas Pendidikan Kota Palembang akan membuka kembali sekolah 15 Juni, dengan pola1 siswa-1 meja (Beritassebelas.com). Di Medan, anak-anak di sebuah SD dikumpulkan. Namun menurut gurunya, "Ini bukan sekolah cuma mengumpulkan tugas yang selama ini kita kasi ke anak-anak. Ini semua tugas daring yang dari TVRI, kan sudah dikerjai mereka sewaktu bulan puasa itu, jadi ini barusan kami kumpul," (Tribun Medan).
Kebijakan-kebijakan daerah tersebut diterjemahkan dari, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud serta Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan seperti yang dirilis Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 15 Mei 2020.
Selanjutnya apa? Pemerintah daerah, satuan pendidikan, guru dan orang tua harus memilih strategi mendidik anak-anak untuk setidaknya setahun kedepan. Sangat tidak bijak apabila orang tua dan guru membiarkan anak-anak tinggal di rumah tanpa ada pendidikan yang terstruktur. Oleh karena itu satuan pendidikan, guru dan orang tua harus memilih pola pendidikan baru. Beberapa alternatif yang dapat dipilih dantaranya homeschooling tanpa keterlibatan guru reguler, sekolah dengan pola fully online, sekolah dengan pola blended learning, sekolah biasa (fully offline class) dengan protokol keselamatan penuh, gabungan dari alternatif yang sudah disebutkan, atau alternatif lainnya. Mari kita sedikit diskusi mengenai alternatif-alternatif tersebut.
Dengan homeschooling, orang tua membuat kurikulum rumahan atau mengadopsi kurikulum homeschooling yang sudah dikembangkan. Anak-anak belajar di rumah saja dengan sumber belajar beragam. Sumber dan media belajar yang dapat digunakan mulai dari media cetak, TV, web, media sosial, guru di tempat kursus, guru ngaji, dan yang utama orang tua sendiri. Hasilnya, anak-anak boleh mengikuti tes kognitif atau psikomotorik di Lembaga pemerintah atau Lembaga lain yang memiliki kewenangan. Yang agak sulit dengan pola ini adalah mendisiplinkan untuk belajar mandiri. Selain itu banyak orang tua yang tidak percaya diri, padahal peran orang tua sangat besar.
Untuk fully online, satuan pendidikan menggunakan learning management system. Materi ajar dan evaluasi disajikan seluruhnya dalam jaringan. Termasuk praktek yang disajikan melalui simulasi, self-experimenting dan virtual laboratory. Guru bekerja sama dengan orang tua menjadi tutor. Sesekali guru melakukan tele meeting menggunakan aplikasi. Bangunan sekolah ditutup kecuali kantor. Sataf juga bisa bekerja dari rumah, menggunakan e-office. Melalui e-office tersebut semua pekerjaan disajikan dalam bentuk aplikasi yang data dikerjakan kapan saja dan dimana saja. Layanan informasi pendidikan disajikan dalam jaringan sehingga masyarakat dapat membukanya kapan saja dari mana saja.
Dengan blended learning, materi ajar dan penilaian sebagian disajikan online, sebagian tatap muka. Materi ajar yang dapat dipelajari mandiri seperti pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual dan keterampilan fisik sederhana disajikan dalam jaringan. Sedangkan materi ajar yang memerlukan bimbingan guru seperti praktek olah raga, praktek ibadah, praktek perbengkelan dan praktek di laboratorium dilakukan dengan tatap muka. Dalam sesi tatap muka harus diikuti protokol keselamatan. Harus ada jarak antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik. Dengan pola ini, karena harus menjaga jarak, maka dalam sesi tatap muka hanya sebagian saja peserta didik yang datang sehingga tidak berkerumun. Kalau menggunakan kelas maka hanya memungkinkan satu meja-satu peserta didik.
Apabila menggunakan sekolah biasa (full offline class), maka kurikulum disajikan seperti biasa. Namun karena harus memperhatikan protokol keselamatan, peserta yang masuk kelas hanya bisa setengahnya dengan pola satu meja-satu peserta didik. Pola ini berisiko karena harus sangat sulit mendisiplinkan peserta didik untuk tidak melakukan kontak antar mereka. Selain itu pola ini menjadi masalah karena membutuhkan dua kali lipat ruang kelas dan guru. Kecuali kalau waktu sekolah diperpendek. Namun pemangkasan waktu akan berimplikasi terhadap pemangkasan kurikulum hingga 50%.
Tentu apabila dieksplorasi akan lahir beberapa alternatif lainnya. Anda memilih yang mana? Atau memilih alternatif lainnya? Tentu memilih alternatif harus memperhitungkan semua komponen. Bagi sekolah/madrasah yang berada di lokasi dengan internet memadai kemungkinan besar sudah banyak yang siap memilih fully online atau blended. Salah satu kendala yang paling didengungkan guru adalah kepemilikan perangkat di satuan pendidikan dan peserta didik. Salah satu solusinya, Kemdikbud mengeluarkan kebijakan penggunaan dan BOS untuk menanggulanginya. Untuk menanggulangi kepemilikan perangkat pada siswa, bisa bekerja sama dengan berbagai pihak. Bagi satuan Pendidikan plat merah akan lebih nyaman apabila diawali dengan kebijakan pemerintah/pemerintah daerah. Bagi satuan pendidikan plat hijau dan biru, pilihan lebih bebas. Untuk mendukungnya pemerintah juga harus membuat kebijakan yang memerdekakan, bukan memenjarakan. Satuan Pendidikan harus diberi kebebasan untuk bermutu.
Alternatif menengah yang bisa dipilih oleh banyak satuan pendidikan adalah blended learning. Pada kondisi umum Pendidikan Nasional pola ini banyak kelebihan. Diantaranya pertama dengan pola tersebut sekolah dalam arti satuan pendidikan “yang ada bangunannya” masih bisa bertahan. Kedua, kurikuum nasional regular masih dapat diterpkan meskipun harus dipilih materi yang substantif saja seperti yang dideklarasikan Mendikbud. Ketiga, dengan pola ini ruang kelas akan memadai bahkan akan lebih irit karena satu kelas dapat dipakai bergantian. Malah dalam pola ini pada jenjang pendidikan menengah dan atas dapat diterapkan moving class. Artinya siswa yang mengunjungi kelas tertentu. Misalnya kelas matematika, kelas sejarah, kelas IPS, kelas Agama dan seterusnya. Pemilik kelas bukan peserta didik melainkan guru. Guru menunggu siswa datang ke kelas yang khas dengan berbagai perangkatnya sehingga selalu siap melayani siswa secara optima. Keempat, guru sebagai model secara fisik masih dapat dipertahankan untuk pembelajaran sikap. Kelima, peserta didik memperoleh bimbingan dalam kompetensi keterampilan dan sikap. Keenam pendidikan lebih efisien karena mengirit kelas, mengirit waktu, mengirit biaya operasional, mengurangi kemacetan dan sejeisnya.
Alternatif lain, bisa juga sebuah satuan pendidikan menyajikan beberapa pola secara bersamaan. Pola ini diterapkan apabila keinginan peserta didik beragam dan satuan Pendidikan dapat melayaninya. Peserta didik diberikan kebebasan memilih fully online, bended atau fully offline. Pola ini tentu memerlukan persiapan lebih banyak apabila dibandingkan dengan pola yang homogen.
Itu adalah gagasan. Ekspresi kemerdekaan dari kegalauan hati yang terpenjara dengan PSBB. Gagasan merdeka ini diharapkan memantik inspiriasi baru bagi keberlangsungan pendidikan anak-anak bangsa. Kita tidak boleh permisif bahwa karena dalam kondisi darurat maka pendidikan boleh seadanya. Justru yang dimaksud new normal adalah era baru yang harusnya lebih bermutu. Kita diberi kemerdekaan memilih yang lebih baik. Mari kita memilih alternative New Normal Classroom yang tepat untk msing-masing.
Artikle ditulis 6 Juni 2020
Sumber
1. Cegah Penyebaran Covid 19, Sekolah Wajib Terapkan Satu Siswa Satu Meja. Beritasebelas.com, 2 Juni 2020
2. Tribun Jogja, Kapan Masuk Sekolah Lagi? Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Dimulai 13 Juli, Ini Penjelasan Kemendikbud, Kamis, 28 Mei 2020 21:56
3. MASUK SEKOLAH LAGI, Siswa SD Pulo Brayan Bengkel Beraktifitas Serahkan Tugas, Begini Penjelasan Guru, Tribun Medan Selasa, 2 Juni 2020 10:07
4. Sumber Gambar: https://news.detik.com/berita/d-5034797/menuju-new-normal-nu-imbau-pemerintah-perhatikan-pesantren
Langganan:
Postingan (Atom)
Ipsum
Delete this widget in your dashboard. This is just an example.
Dolor
Delete this widget in your dashboard. This is just an example.