Oleh Asip Suryadi
"There is no way to stop globalization. But we must be over more vigilant to its cost and the need to maintain highly respectful and ethical standard with respect all parties".
Kalimat di atas ditulis di bagian awal buku berjudul 5 Minds for the Future yang ditulis Howard Gardener. Beliau menegaskan bahwa tidak ada cara untuk menghentikan globalisasi. Yang harus kita lakukan adalah mewaspadai dampak buruknya dan menjamin adanya standar tinggi perilaku saling menghargai dan sopan santun diantara semua masyarakat global
Buku tersebut duterbitkan tahun 2008. Saya merasa menyesal membaca buku tersebut tidak pada waktunya. Yang dimaksud "future" oleh Gardener dalam buku ini adalah hari ini. Sedangkan saya baru membaca bukunya. Tapi last but not least, saya merasa tercerahkan membacanya.
Gardener adalah profesor Universitas Massachusetts bidang psikologi, khususnya tentang pikiran dan otak manusia. Buku sebelumnya yang beliau tulis adalah Frames of Mind yang terbit tahun 1985. Buku tersebut sangat fenomenal. Dalam buku ini Gardener mengungkapkan hasil penelitian dan gagasan mengenai kecerdasan jamak. Gagasan yang dimuat dalam buku ini telah mengobrak-abrik teori psikologi dan keyakinan masyarakat bahwa orang cerdas adalah orang yang memiliki kecerdasan cenderung matematikal dan ber-IQ tinggi. Gagasan ini telah mengubah arah penelitian dan pengembangan teori psikologi mengenai pikiran dan otak manusia, dan dalam tataran praktis telah mengubah strategi pendidikan dan kediklatan.
Dalam buku 5 Minds for the Future Gardener memaparkan hipotesis bahwa ada 5 kemampuan yang harus dikuasai para profesional di masa depan yaitu discipline mind, synthesize mine, creative mind, respectful mind dan ethic minds.
Tanpa menguasai kelima kemampuan tersebut seseorang tidak dapat
melaksanakan perannya sebagai anggota masyarakat dengan sukses.
Kemampuan pertama Discipline mind. Yaitu penguasaan terhadap disiplin ilmu tertentu. Seorang profesional harus menguasai bangunan pengetahuan (body of knowledge) dan prosedur kunci yang dapat menjadikannya anggota dari sebuah komunitas profesional. Selanjutnya semua profesional harus terus mengasah bengunan pengetahuannya tanpa henti. Gardener menegaskan bahwa "Much research confirms that it takes up to ten years to master a discipline" (berdasarkan banyak penelitian, seorang profesional akan dapat membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk menugasai bangunan pengetahuan terkait profesinya.
Kemampuan kedua synthesize mind. Kemampuan mensisntesis adalah kemampuan untuk memadukan informasi secara generik dari apa yang diperoleh panca indra. Pada dasarnya bangunan pengatahuan yang berdiri megah sekarang adalah kompilasi dari partikel-partikel pengetahuan yang digabungkan sehingga saling terkait antara satu dengan lainnya membentuk disiplin-disiplin ilmu yang juga merupakan bagian dari bangunan besar pengetahuan. Kemampuan yang dibutuhkan untuk ikut serta dalam membangun pengetahuan tersebut adalah kemampuan melakukan sintesis (menggabungkan). Dalam era big data orang dapat memperoleh informasi dalam jumlah besar. Namun demikian informasi tersebut akan berserakan menyampah apabila tidak disintesis menjadi pengetahuan yang bermakna.
Kemampuan ketiga adalah creative mind. Kreativitas adalah tindakan mengubah ide-ide baru dan imajinatif menjadi kenyataan. Kreativitas dicirikan oleh kemampuan untuk memahami dunia dengan cara baru, menemukan pola-pola tersembunyi, membuat hubungan antara fenomena yang tampaknya tidak terkait, dan menghasilkan solusi. Dalam proses kreatif terjadi dupa proses yang berbentuk siklon yaitu berpikir dan kemudian menghasilkan. Kemampuan ini dibutuhkan agar masyarakat dapat memanfaatkan potensi agar lebih bermanfaat bagi peradaban maunsia.
Kemapuan keempat adalah respectful mind. Menghormati adalah sebuah kemampuan yang harus dimiliki masyarakat global untuk menyikapi keberadaan orang lain. Setiap orang harus memiliki rasa menghargai keberadaan fisik, perilaku, keyakinan, karya, etnik, budaya dan perbedaan sejenisnya. Disaat batas-batas geografi, demografi, budaya dan bahasa meleleh dalam ruang internet berukuran tak berbatas maka orang beridentitas berbeda bersentuhan langsung nyaris telanjang. Dalam kondisi tersebut dapat terjadi gesekan yang dapat mengundang chaos. Gardener memberi contoh kasus kartun yang melecehan Nabi Muhammad saw. di media Swedia tahun 2005. Beliau juga menyebutkan terorisme sebagai bentuk gesekan dalam globalisasi. Tanpa bermaksud menyederhanakan masalah, obatnya adalah respectful mind.
Kemampuan kelima adalah ethical minds. Etika (tatakrama), adalah kompetensi penting dan utama. Masyarakat global harus memahami siapa dirinya, siapa orang lain, dan bersikap benar merespon orang di sekitarnya. Aspek ini terkait dengan benar-salah, baik-buruk, baik hati-jahat, beradab-biadab dan sejenisnya dalam merespon orang lain. Kata lain yang menggambarkan kemampuan ini adalah moralitas. Dengan sikap ini masyarakat global bisa hidup dengan senyum dan damai.
Tiga kompetensi pertama yaitu discipline mind, syntheses mind dan creative minds berkaitan dengan kognisi, sedangkan dua kompetensi terakhir terkait dengan afeksi. Sikap pertama (respect) lebih kongkrit karena dapat diamati. Sedangkan sikap kedua (ethic) lebih abstrak karena bersumber dari hati nurani, meskipun dampaknya dapat dirasakan oleh orang lain. Menurut pemahaman saya, dua kemampuan terahkir (ethic dan respectful) adalah pagar agar tiga kompetensi lainnya tidak liar.
Satu hal yang ditegaskan Gardener terkait dengan penguasaan kemampuan tersebut ada fungsi pendidikan. Dalam konteks 5 minds, pendidikan harus mengambil peran dalam transformasi dan internalisasi kemampuan tersebut kepada masyarakat global. Namun demikian, untuk menguasai kemampuan tersebut diperlukan tatanan pendidikan berbeda. Gardener menegaskan bahwa "These changes call for new educational form of process". Untuk pendidikan formal (pendidikan sekolah dan pelatihan), materi ajar, strategi, media-sumber belajar dan penilaian harus diarahkan untuk mengembangkan 5 kemampuan tersebut. Pendidikan dan pembelajaran harus diubah dari pembelajaran rote learning (hafalan) dengan papaer and pencil test menjadi pembelajaran yang lebih bermakna dan mecerdaskan.
Konsep ini sudah digunakan di berbagai negara. Di Indonesia ada perkembangan yang mengarah ke konsep tersebut. Isu terakhir Pendidikan Nasional adalah mengubah sistem penilaian pendidikan oleh pemerintah dari Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) ke Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survey Karakter. Dari beberapa penjelasan yang saya dengar melalui video conference, inovasi/kebijakan ini dilandasi dengan konsep Gardener di atas.
Sistem penilaian ini tentu berimplikasi terhadap praktek pendidikan secara keseluruhan. Sistem penilaian yang dilontarkan ini saya pahami sebagai kail saja untuk memancing inovasi di bidang pembelajaran. Para pelaku pendidikan tidak boleh memahaminya dalam konteks sederhana sekedar mengganti UN/USBN dengan AKM, melainkan harus dipahami sebagai sebuah reformasi pendidikan secara keseluruhan. Diharapakan tidak ada lagi yang mengulang kekeliruan ketika konsep berubah tapi praktek pendidikan dan pembelajaran tidak berubah seperti terjadi pada banyak pelaku pendidikan di masa lalu.
Hipotesis Gardener di atas hanya salah satu saja pendekatan untuk mengembangkan praktek pendidikan sekolah dan pelatihan. The "5 Minds" dapat dijadakan landasan filosofis maupun teoretis bagi lembaga maupun insan pelaku pendidikan sekolah dan pelatihan untuk memformulasikan bentuk-bentuk praktis pendidikan dan pembelajaran yang lebih unggul dan relevan dengan zaman dan dalam konteks keindonesiaan.
Mari kita belajar terus untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Gardener mengatakan The future beings to those organizations, as well as those individuals, that have made an active, life long "commitment to continue to learn".
Sumber bacaan: 5 Minds for the Future, Howard gardener, Harvard Busines School Press, Boston-Massachusetts, 2008.
Sumber gambar: https://bizedge.co.nz/story/dell-how-tech-will-shape-the-future-of-our-lives, 11 Januari2021.